Selain ke Islamabad, Presiden Iran Ebrahim Raisi mengunjungi kota-kota besar lain, termasuk Lahore dan Karachi.
Tapi lebih dari itu secara politik Iran jelas ingin memperoleh dukungan dari Pakistan saat Teheran bersitegang dan berpotensi jadi konflik terbuka dengan Israel.
Iran menyadari Pakistan sedang mengalami krisis politik domestik dan semakin besarnya masalah ekonomi membuat Pakistan tak mudah bergerak di Tengah konflik di Timur Tengah.
Secara historis, Iran dan Pakistan memiliki sejarah hubungan yang bermasalah. Keduanya saling menuduh gagal mengendalikan kelompok bersenjata.
Ketegangan perbatasan meningkat pada Januari 2024 ketika Iran melakukan serangan udara melintasi perbatasan di Pakistan yang menewaskan dua anak.
Media pemerintah Iran mengatakan serangan itu menargetkan dua pangkalan kelompok bersenjata Jaish al-Adl.
Pakistan membalas dengan menembakkan rudal ke wilayah Iran dan menarik duta besarnya dari Teheran.
Namun kedua negara bertetangga itu memutuskan untuk meredakan ketegangan, dengan Teheran mengirim diplomat utamanya ke Islamabad untuk memperbaiki hubungan.
Kedua negara sepakat untuk bersama-sama menghadapi “ancaman terorisme” terutama di wilayah perbatasan.
Sebelum kunjungan Raisi, Teheran dan Islamabad intens berbicara tentang pemberantasan “terorisme”.
Keberadaan kelompok-kelompok bersenjata di tapal batas Pakistan-Iran, Pakistan-Afghanistan, dan Pakistan-India, kerap memunculkan masalah.
Kelompok-kelompok itu diyakini kerap digunakan sebagai kekuatan proksi untuk destabilisasi lintas batas, guna menciptakan krisis secara kawasan.
Dalam konteks ini, posisi Pakistan menjadi signifikan. Pemerintahan yang kuat di Islamabad bisa menciptakan kekuatan baru di wilayah Asia Barat.
Pemerintahan Pakistan ini akan jauh lebih baik jika memiliki hubungan yang normal dan stabil dengan Iran.