Traktat ini melarang penggunaan peluru kendali berjangkauan 500 hingga 5.500 kilometer. Trump menarik diri karena menganggap Rusia melanggar traktat tersebut.
Lebih jauh Sergey Lavrov di Konferensi Nonproliferasi Moskow yang diselenggarakan Pusat Studi Energi dan Keamanan, mencatat dunia saat ini berada dalam keadaan krisis.
Ketiadaan traktat pengendalian senjata, perlucutan senjata, dan nonproliferasi, bisa membahayakan keamanan internasional.
Lavrov mengingatkan, pengingkaran Washington dan menimpakan kesalahan ke Moskow soal traktat nuklir jarak menengah, hanyalah cara dan usaha AS menguntungkan dirinya sendiri.
Lavrov menjelaskan AS dan sekutunya menghalangi proses peninjauan Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT).
Cara itu sudah lama digunakan Washington untuk menekan musuh-musuhnya.
Dia juga mencatat potensi bahaya yang ditimbulkan oleh perjanjian AUKUS tiga arah antara AS, Inggris dan Australia, yang semakin mirip blok militer baru di Pasifik.
Menurut diplomat senior Rusia tersebut, dukungan barat terhadap Ukraina juga penuh dengan bahaya.
Tiga kekuatan nuklir utama barat; AS, Inggris dan Perancis, telah memposisikan diri sebagai sponsor utama rezim Kiev, dan menyokong semua provokasi terhadap Rusia.
AS dan negara-negara NATO masih bermimpi untuk memberikan kekalahan strategis pada Rusia di Eropa.
Pengiriman senjata tak berkesudahan, dan semakin meningkat levelnya, bagi Moskow adalah pertunjukan memompa kekerasan yang dapat menimbulkan konsekuensi katastrofik.
AS dan Rusia memiliki hampir 90 persen hulu ledak nuklir di dunia, menurut Asosiasi Pengendalian Senjata yang berbasis di AS.
Tahun lalu, Rusia menangguhkan partisipasinya dalam Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis, yang dikenal sebagai ‘New START’, perjanjian nuklir terakhir antara AS dan Rusia yang membatasi persenjataan.
Rusia menyebut keterlibatan AS dalam konflik Ukraina sebagai penyebab utama penangguhan tersebut.