Washington telah meminta Moskow untuk memperbarui dialog mengenai perjanjian tersebut, namun Moskow mengatakan hal tersebut tidak mungkin dilakukan selama AS terus mendukung Kiev.
Lavrov menegaskan kembali sikap ini, dengan mengatakan ia melihat tidak ada dasar apa pun untuk melakukan dialog pengendalian senjata dengan AS, menghadapi perang hibrida total yang dilancarkan terhadap Rusia.
Sejauh ini, Moskow masih tetap menegaskan doktrin nuklir Rusia yang tidak berubah. Kekuatan nuklir hanya akan digunakan jika ada ancaman langsung terhadap negara Rusia.
“Rusia hanya akan menggunakan persenjataan nuklirnya jika keberadaan negaranya dipertaruhkan,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.
Pengerahan semacam itu digambarkan sebagai “senjata perpisahan” dalam doktrin Moskow yang mengatur penggunaannya.
Doktrin tersebut menguraikan Rusia akan membalas dengan senjata nuklir jika Rusia atau sekutunya menjadi sasaran serangan pertama.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada Juni 2023, Rusia tidak perlu menggunakannya karena hanya dimaksudkan sebagai (alat) pencegah atau penangkal.
Sekalipun menjadi opsi paling akhir, Presiden Vladimir Putin menegaskan, stok senjata nuklir Rusia dalam kondisi siap penuh digunakan.
Bom nuklir dalam sejarah modern sejak senjata pemusnah massal itu ditemukan, baru digunakan satu kali, yang efeknya sangat katastrofik merenggut korban jiwa luar biasa banyaknya.
AS menjatuhkan dua bom nuklir di Nagasaki dan Hiroshima, untuk apa yang disebutnya mengakhiri perang Asia Pasifik yang dipicu ekspansi Kekaisaran Jepang.
Sesudah itu, senjata nuklir menjadi kekuatan penggentar di era perang dingin blok barat versus blok timur. Perlombaan produksi senjata terjadi sangat gencar.
Seberapa besar peluang digunakannya senjata nuklir dalam konteks perang Ukraina, rasanya masih kecil peluangnya.
AS dan NATO memilih perang hibrida terhadp Rusia, dan menjauhi keterlibatan langsung pasukannya dengan tentara Rusia di medan perang Ukraina.
Sepanjang tidak ada ancaman langsung yang membahayakan negara Rusia, maka tombol nuklir tidak akan dipencet Vladimir Putin.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)