Ratusan warga Israel disandera dan dibawa masuk wilayah Hamas. Peristiwa itulah yang memicu kemarahan Israel.
Operasi militer digelar sejak beberapa waktu setelahnya, dan terus berlangsung tanpa jeda hingga hari ini.
Badan Kesehatan Palestina menyatakan, serangan bertubi-tubi Israel telah menewaskan sekurangnya 34.000 penduduk Palestina di Jalur Gaza maupun Tepi Barat.
Mayoritas korban perempuan, manula, dan anak-anak. Tak terhitung lagi kehancuran infrastruktur di Jalur Gaza.
Permukiman penduduk, sekolah, kampus, rumah sakit, tempat ibadah, pusat layanan kemanusiaan internasional dan badan PBB, diratakan tanah.
Israel berdalih penghancuran dilakukan untuk melumpuhkan infrastruktur bawah tanah yang digunakan Hamas.
Dunia internasional telah mengecam dan mengutuk kekejian Israel yang didukung penuh Washington dan sekutu baratnya.
PBB juga telah menyerukan penghentian perang. Namun berkali-kali resolusi penting untuk menghentikan kekerasan terganjal di Dewan Keamanan PBB.
Sekali lagi, instrumen hukum internasional benar-benar tidak berlaku di Jalur Gaza. Israel menutup mata atas semua tekanan dan upaya menegakkan tata aturan global.
Kejahatan mereka menemukan impunitas, karena mendapat perlindungan dari kekuatan super power.
Secara domestik Israel, sebenarnya muncul konflik tajam, antara pendukung kubu Netanyahu dan kelompok oposisi.
Namun, perbedaan itu tidak menyentuh substansi masalah, kecuali terjadi hanya karena perbedaan cara, pendekatan, dan sudut pandang menangani konflik dengan Palestina.
Liga Arab menghadapi problem klasik yang tak pernah terselesaikan, yaitu perbedaan sikap. Arab Saudi, sebagai kekuatan utama dunia Arab, tidak banyak suaranya.
Mereka hanya menegaskan, masalah Israel-Palestina tidak akan selesai jika tidak ada pengakuan atas eksistensi Palestina sebagai sebuah negara.