TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Yaman adalah medan tempur yang nyaris terlupakan. Ini spot konflik global yang sesungguhnya sangat menarik untuk diperhatikan.
Koalisi pasukan Saudi, Emirat, Kuwait, Bahrain, dan bahkan petempur-petempur Sudan, gagal menaklukkan kelompok Houthi yang berkuasa di mayoritas wilayah Yaman.
Sekarang, giliran pasukan AS dan Inggris, membombardir Yaman, dengan tujuan melumpuhkan perlawanan Houthi.
Pasukan barat ini menemui kenyataan sama. Houthi sulit ditaklukkan, dan seperti Saudi dan kawan-kawan, gempuran mereka hanya meninggalkan kerusakan dan korban jiwa rakyat Yaman.
Yaman menjadi sangat menarik karen letaknya yang strategis di tepi Laut Merah. Kedua, Houthi Yaman merepresentasikan perlawanan atas imperialis dan kolonialis Arab maupun barat.
Ketiga, Houthi Yaman menjadi proksi Iran, melawan hegemoni barat dan dunia Arab di wilayah Timur Tengah yang panas.
Baca juga: AS-Inggris Bombardir Hodeidah, Houthi Balas Serang Kapal Induk AS Eisenhower di Laut Merah
Baca juga: Lagi, Drone MQ-9 Supermahal AS Seharga Setengah Triliun Rontok Kena Rudal Houthi
Baca juga: Houthi Lancarkan 6 Serangan: Berbekal Rudal Ghadr Iran, Kapal Yunani Hampir Karam di Laut Merah
Kabar terbaru yang mengejutkan, pasukan Houthi Yaman melancarkan gelombang serangan ke armada kapal induk USS Dwight Eisenhower di Laut Merah.
Juru bicara Houthi Yaman, Brigjen Yahya Saree menyatakan, serangan rudal balistik digelar Jumat (31/5/2024).
Gempuran balik Yaman itu dilakukan sesudah jet-jet tempur AS dan Inggris melancarkan serangan udara ke Hodeideh dan sejumlah lokasi di Yaman.
Pentagon secara resmi membantah klaim Yaman ini. Seorang pejabat pertahanan AS mengatakan kepada Reuters, mereka tidak mengetahui adanya serangan terhadap USS Eisenhower.
Tapi militer AS membenarkan, mereka melancarkan serangan terhadap sasaran-sasaran Houthi di Yaman pada Kamis (29/5/2024).
Serangan dilakukan untuk mencegah kelompok tersebut mengganggu jalur transportasi laut di Laut Merah.
Komando Pusat AS mengatakan pasukan AS dan Inggris telah mencapai 13 sasaran di wilayah Yaman yang dikuasai Houthi.
Menurut Brigjen Yahya Saree, enam serangan AS dan Inggris telah menewaskan 16 orang dan melukai 41 orang, termasuk warga sipil.
Serangan di Provinsi Hodeideh mengenai pelabuhan Salif, sebuah gedung radio di distrik Al-Hawk, kamp Ghalifa dan dua rumah.
Brigjen Yahya Saree menambahkan, serangan terhadap kapal induk USS Dwight Eisenhower dilakukan dua kali dalam tempo 24 jam.
Menurut Yahya Saree, rudal balistik yang ditembakkan mengenai sasaran secara akurat. Tapi ia tidak menyampaikan detil dan bukti-buktinya.
Selain kapal induk, Houthi Yaman mengincar kapal perusak AS dan kapal Abliani di Laut Merah, serta kapal-kapal logistic afiliasi barat dan pendukung Israel.
Operasi Perdagangan Maritim Inggris (UKMTO), sebuah detasemen Angkatan Laut Kerajaan, melaporkan pada 1 Juni 2024 menyaksikan sebuah insiden 48 mil laut barat daya Hodeidah.
Nakhoda kapal menyaksikan ledakan besar pada jarak yang cukup jauh dari kapal. Komando Pusat AS (CENTCOM) mengumumkan pasukannya mencegat pesawat tak berawak Houthi di selatan Laut Merah pada 1 Juni.
Dua pesawat nirawak lain jatuh di Laut Merah. Komando Pusat AS mengklaim tidak ada cedera atau kerusakan apapun dilaporkan kapal AS, koalisi, atau kapal komersial lain.
Apa yang terjadi pada 31 Mei dan 1 Juni 2024 di Laut Merah memantik isu kuat di berbagai media sosial.
Sejumlah konten kreator mengulas kabar yang bersliweran yang menyebut kapal induk USS Dwight Eisenhower rusak hebat.
Kapal induk itu berikut armada pengawalnya terpaksa ditarik mundur ke pelabuhan Jeddah, Arab Saudi.
Bahkan ada yang menyebut kapal induk itu tenggelam. Kabar ini tidak terverifikasi, dan belum ada narasumber resmi yang terbuka mengklarifikasinya.
Namun, apapun hasilnya, Pentagon tidak membantah fakta upaya serangan balik Houthi Yaman yang diarahkan ke armada kapal perang AS dan koalisinya.
Houthi Yaman menggunakan persenjataan yang dikirim Iran, telah menyerang puluhan kapal yang berafiliasi dengan Israel atau milik AS dan Inggris di Laut Merah, Teluk Aden, Laut Arab, Samudera Hindia, dan Laut Mediterania.
Serangan langsung dilakukan sejak November 2023, sebagai tanggapan terhadap perang Israel dan penghancuran Gaza.
Kelompok tersebut meluncurkan puluhan drone dan rudal ke kota Eilat di Israel paling selatan dan menembak jatuh enam drone tempur buatan AS di Yaman dan perairan sekitarnya.
AS dan Inggris telah melakukan ratusan serangan terhadap wilayah yang dikuasai Houthi di Yaman sejak Januari dalam upaya untuk menghalangi ofensif kelompok tersebut.
Mengapa posisi Yaman begitu strategis? Mengapa pula Arab Saudi dan pihak barat menginginkan kehancuran Houthi di Yaman?
Secara ringkas, apa yang terjadi di Yaman hari ini adalah gambaran pertarungan ideologis politik dua kekuatan besar di Timur Tengah.
Arab Saudi di satu sisi, dan Iran di pihak lain. Dulu Yaman adalah satu negara, lalu pecah jadi dua di utara dan selatan, lalu menyatu lagi, sebelum terbelah kembali.
Pada zaman dahulu, Yaman adalah rumah bagi Kaum Saba', sebuah negara perdagangan yang mencakup bagian dari Etiopia dan Eritrea hari ini.
Kemudian pada 275 M, Kerajaan Himyar dipengaruhi oleh Yudaisme. Kekristenan tiba pada abad keempat.
Islam menyebar dengan cepat pada abad ketujuh dan pasukan Yaman memiliki peran yang krusial atau sangat penting pada awal penaklukan Islam.
Beberapa dinasti muncul pada abad ke-9 hingga ke-16, seperti Dinasti Rasuliyah. Negara ini dibagi antara kerajaan Ottoman dan Inggris pada 1800-an.
Kerajaan Mutawakkiliyah Yaman yang bermadzhab Zaidiyah didirikan setelah Perang Dunia I sebelum pembentukan Republik Arab Yaman.
Ia juga dikenal sebagai Yaman Utara dengan Islam sebagai agama resmi yang mayoritas beraliran Islam Sunni dan Syi'ah madzhab Zaidiyah—pada 1962.
Republik Demokratik Rakyat Yaman, juga dikenal sebagai Yaman Selatan yang berhaluan komunis, tetap menjadi protektorat Inggris sebagai Protektorat Aden sampai 1967 ketika menjadi negara merdeka dan kemudian, negara Marxis-Leninis.
Kedua negara Yaman bersatu untuk membentuk Republik Yaman (al-Jumhūrīyah al-Yamanīyah) seperti saat ini pada 1990.
Presiden Ali Abdullah Saleh adalah presiden pertama republik baru tersebut hingga pengunduran dirinya pada 2012 setelah Musim Semi Arab (Arab Spring).
Inilah awal dari konflik di Yaman. Kelompok Houthi merebut ibu kota Sanaa, mendepak Presiden Abdrabbuh Mansour Hadi.
Mansour Hadi tetap menyatakan diri berkuasa dan berkedudukan di Aden, Yaman bagian selatan. Ia meminta perlindungan Arab Saudi.
Melihat menguatnya Houthi, Arab Saudi yang didukung sekutunya, menggempur Yaman, hendak mengembalikan kekuasaan Mansour Hadi.
Operasi militer ala Saudi gagal, dan mereka menderita kerugian sangat besar baik tentara, persenjataan, dan bahkan kilang minyak terbesar Aramco pernah dihajar rudal Houthi.
Peta politik hingga hari ini, kelompok Houthi praktis menguasai Yaman, walau tidak di semua wilayah, terutama di selatan.
Yaman dikenal sebagai negara termiskin di jazirah Arab, tapi kemunculan kelompok Houthi, menerbitkan rasa heran di banyak pihak.
Tentara Houthi dikenal datang dari rakyat jelata. Mereka berpakaian seperti umumnya warga Yaman, dan hanya bersandal jepit atau sepatu kets saat bertempur.
Kekuatan utama mereka adalah semangat perlawanan. Ada tiga dua slogan standar yang mereka selalu pekikkan saat bertempur.
Yaitu, enyahlah Amerika, hancurlah Israel. Houthi ini biasanya bertempur atau menyerang musuh dalam kelompok-kelompok kecil.
Mereka menumpang kendaraan SUV atau berjalan kaki, menyesuaikan geografi Yaman yang bergunung-gunung.
Tapi memang keunggulan lain, Houthi Yaman menerima dukungan kuat dari Iran. Baik instruktur, dana, maupun senjata.
Militer Yaman, kini juga menyatu dengan kelompok Houthi. Di tangan merekalah peluncuran rudal balistik dan drone-drone tempur dilakukan secara leluasa.
Dalam peta politik Timur Tengah, kekuatan Yaman ini benar-benar jadi kerikil dalam Sepatu bagi koalisi Arab dan barat, di tengah perang yang berkobar di Palestina.
Secara efektif perlawanan Yaman memecah konsentrasi, cukup menyedot energi dan dana, ketika Houthi menguasai jalur perdagangan minyak paling ramai di Laut Merah.
Jalur ini urat nadi bagi Israel, karena menghubungkan pelabuhan Eilat dengan dunia luar. Sabotase dan serangan Houthi di jalur pelayaran ini, sangat signifikan dampaknya.
Rentannya keamanan Laut Merah, membuat Israel dan banyak perusahaan pengiriman mengubah jalur logistik vital.
Israel kabarnya menggunakan pelabuhan Emirat dan Arab Saudi di Teluk Persia sebagai pintu masuk, dilanjutkan rute darat melintasi Yordania sebagai pintu masuknya.
Inilah yang membuat eksistensi Houthi Yaman di jalur Laut Merah mengapa begitu signifikan dampaknya.
Perkembangan terbaru lain, kantor berita Tasnim (Iran) mengabarkan Teheran kembali memasok rudal balistik Ghadr-110 ke Houthi di Yaman.
Rudal ini bisa diluncurkan dari kapal-kapal tempur di laut. Houthi Yaman memiliki armada laut yang kecil tapi taktis.
Kehadiran rudal balistik Ghadr-110 ini memberi ancaman semakin serius bagi armada laut AS dan sekutunya di Laut Merah.
Mereka akan dengan mudah menjadi target dan sasaran serangan, seperti nasib yang dialami kapal induk USS Dwight Eisenhower berikut armada pengawalnya.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)