Oleh: Karyudi Sutajah Putra
Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)
TRIBUNNEWS.COM - Masih ingatkah kita akan legenda Aji Saka? Jika tidak, maka cermatilah perseteruan antara Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin versus Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya.
Dari perseteruan kedua "santri" KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur itulah maka kita akan menjadi ingat akan legenda Aji Saka.
Legenda tentang terbentuknya aksara Jawa itu menceritakan, Aji Saka yang kelak menjadi Raja Madang
Kamulan setelah berhasil mengalahkan Dewatacengkar punya dua abdi setia dan sakti: Dora dan Sembada.
Suatu ketika Aji Saka pergi mengembara dikawal Dora, sementara Sembada ditugasi menjaga pusaka Aji Saka di padepokannya.
Pesan Aji Saka kepada Sembada: jangan serahkan kepada siapa pun pusaka itu kecuali kepada dirinya.
Ternyata, di tengah perjalanan Aji Saka membutuhkan pusaka itu. Lalu diutuslah Dora untuk mengambilnya dari Sembada.
Demi melaksanakan amanah tuannya yang melarang Sembada menyerahkan pusaka itu kepada siapa pun kecuali Aji Saka, maka ia pertahankan mati-matian, termasuk ketika pusaka itu diminta Dora atas perintah Aji Saka.
Dora pun demikian. Demi melaksanakan perintah tuannya, maka sekuat tenaga ia berusaha merebut pusaka itu dari tangan Sembada.
Akhirnya terjadilah perkelahian hebat. Karena Dora dan Sembada sama-sama sakti maka keduanya sama-sama mati dalam perkelahian itu alias "sampyuh".
Aji Saka pun berduka mendapati kedua abdi setianya itu mati sampyuh.
Untuk mengenang Dora dan Sembada maka Aji Saka kemudian menciptakan aksara Jawa yang terdiri atas 20 huruf, yakni "ha na ca ra ka da ta sa wa la pa da ja ya nya ma ga ba tha nga" yang menceritakan proses kematian kedua abdinya itu.
Mati Sampyuh