News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak 2024

Saatnya Jokowi Turun Tangan Hentikan Huru-hara Politik dan Kembali Tegakkan Demokrasi

Penulis: Yulis Sulistyawan
Editor: Yulis
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rapat pleno Baleg DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/5/2024). Fraksi PDIP menyetujui revisi Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara menjadi usulan inisatif DPR.

TENSI politik kian meninggi jelang tahapan pendaftaran calon kepala daerah. Hari Kamis (22/8/2024) ini, berbagai kelompok massa berencana melakukan aksi menolak langkah DPR mengesahkan RUU Pilkada yang dibahas secara kilat.

Garuda warna biru bertuliskan Peringatan Darurat mendadak trending di sosial media. Garuda biru menjadi simbol penolakan atas langkah DPR menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi No 60/PUU-XXII/2024 dan No 70/PUU-XXII/2024.

DPR bergerak cepat. Panja Baleg DPR RI tak sampai 24 jam berhasil memutuskan dua poin penting dalam revisi UU Pilkada. Pertama merevisi ambang batas suara sebagai syarat pengajuan calon kepala daerah dan merevisi putusan MK tentang batasan usia kandidat kepala daerah.

MK sebelumnya mencabut syarat pengajuan calon kepala daerah yakni perolehan 20 persen capaian kursi di DPRD atau 25 persen perolehan suara saat Pemilu Legislatif.

MK kemudian memutuskan bahwa syarat pengajuan calon kepala daerah dari parpol, sama dengan syarat pengajuan calon independen. Persentasenya bervariasi disesuaikan dengan jumlah pemilik hak suara di daerah tersebut, yakni mulai dari 6,5 persen, 7,5 persen, 8,5 persen hingga 10 persen.

MK juga memutuskan bahwa syarat usia calon kepala daerah, tetap sama dengan UU Pilkada sebelumnya yakni 30 tahun saat pendaftaran, bukan berusia 30 tahun saat pelantikan.

Keputusan MK tentang ambang batas, berdampak besar terhadap demokrasi. MK membuka peluang parpol yang awalnya tidak mengajukan kandidat lantaran suara tidak mencukupi atau tidak ada teman koalisi, kini bisa mengajukan calon sendiri atau berkoalisi dengan parpol yang tak memiliki kursi di DPRD.

Masyarakat memiliki pilihan calon kepala daerah lebih banyak. Sebelum putusan MK, hampir terjadi kandidat yang diusung KIM Plus melawan kotak kosong atau kandidat boneka agar seolah-olah terjadi demokrasi.

Namun tak sampai 48 jam setelah putusan MK, Panja Baleg DPR RI memutuskan revisi UU Pilkada. Isi putusan Baleg mendistorsi keputusan MK.

Baleg memutuskan bahwa syarat pengajuan calon kepala daerah bagi parpol yang duduk di parlemen, tetap 20 persen suara di DPRD atau 25 persen perolehan suara sah saat Pemilu Legislatif.

Baleg juga memutuskan bahwa syarat usia calon kepala daerah, yakni 30 tahun saat pelantikan, bukan pada saat pendaftaran. Pasal ini menguntungkan putra Presiden Jokowi yakni Kaesang Pangarep yang pada saat pendaftaran belum genap berusia 30 tahun.

Hari ini massa bergolak menentang DPR yang akan menggelar sidang paripurna untuk mengesahkan Revisi UU Pilkada. Sebagian besar masyarakat merasa, DPR telah melakukan pembajakan politik.

DPR seharusnya mengedepankan sikap kenegarawanan dengan cara menghormati serta melaksanakan putusan MK sebagai lembaga yudikatif yang diberikan kewenangan menguji UU dengan mengacu kepada UUD 1945.

Majelis hakim Konstitusi dalam menguji dan kemudian memutuskan uji materi UU, melalui berbagai proses dan tahapan serta mempertimbangkan seluruh aspek termasuk mengedepankan keadilan.

Apa jadinya jika DPR dengan semaunya memutuskan undang-undang dan terkesan melawan putusan MK. Terlebih DPR membahas dalam waktu sangat kilat tanpa mendengarkan aspirasi masyarakat. Padahal, setiap penyusunan RUU, wajib mendengarkan masukan masyarakat.

Baca juga: Daftar Guru Besar hingga Aktivis 1998 Ikut Aksi Kawal Putusan MK Hari Ini

Keputusan Baleg yang akan disahkan menjadi UU Pilkada, terkesan untuk mengakomodir kelompok dan kandidat tertentu serta hasilnya justru menggerus demokrasi.

Kenekatan DPR itu akan berdampak konflik lembaga kenegaraan yang seharusnya putusan dari lembaga ini bertujuan untuk menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan untuk kelompok atau pribadi tertentu.

Presiden Joko Widodo sebagai Kepala Negara, seharusnya tidak terkesan melempar tanggungjawab. Sebagai kepala negara yang anggota kabinetnya turut terlibat penyusunan UU Pilkada ini, seharusnya memberikan arahan agar para menterinya mengedepankan sikap kenegarawanan demi kepentingan bangsa.

Hari ini masyarakat jenggah dan sebagian kembali turun ke jalan lantaran menyaksikan akrobat politik yang mengarah ke oligarki.

Presiden Jokowi yang akan menghakhiri jabatannya dalam waktu dua bulan lagi, selayaknya menjadikan dirinya sebagai bapak negara yang mengedepankan keadilan dan persatuan negeri ini. Tak sulit bagi Jokowi untuk menghentikan huru-hara politik di ujung masa pemerintahannya.

Masa depan demokrasi dan masa depan bangsa, ditentukan langkah para pemimpinnya saat ini.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini