Ada berbagai kenangan yang melekat di jembatan tersebut termasuk keberadaan hantu perempuan yang konon kerap menangis.
Agus Noor sebagai penulis naskah dan sutradara, menyatakan bahwa lakon ini memang sengaja mengambil mitos bernuansa horor tentang penunggu sebuah jembatan untuk mengajak penonton memahami makna di balik kisah yang dipertunjukkan.
Lucunya, kalau ini benar-benar lucu dan elegan, penampilan Inaya Wahid sebagai pemilik rumah warisan di bawah Jembatan satu-satunya dari almarhum ayahnya yang jujur karena tidak suka cawe-cawe, kerap menyampaikan kritik sosialnya yang sangat aktual.
Seperti kata "wokowokowok" yang viral saat pentas sebelumnya, semalam kata "Fufufafa"-pun seringkali terucap dan membuat meriah gelak tawa seisi Gedung Tertawa terbahak-bahak.
Apalagi penampilan Butet Kartaredjasa yang menggunakan kostum bak "Raja Jawa" yang berulang kali menampilkan dialog satire namun cerdasnya, sangat membuat pertunjukan semalam benar-benar lucu sekaligus tidak ndeso sebagaimana pelaporan PasBata beberapa jam sebelumnya.
Meski saya cermati ada naskah yang tampaknya di"take down" alias tidak jadi dipentaskan soal kritikan terhadap Kereta Cepat sebagaimana naskah sebelumnya, secara utuh penampilan Teater Indonesia Kita ke-42 semalam cukup menggigit meski tidak setajam seperti lakon "Musuh bebuyutan" akhir tahun 2023 lalu yang sayangnya sempat ada cerita soal "intimidasi".
Bagi saya pementasan Teater “Si Manis Jembatan Merah” ini bukan sekadar hiburan, meski benar-benar lucu dan terbukti menghibur secara cerdas.
Ini adalah sebuah ajakan untuk kembali merasakan makna nasionalisme dan kebangsaan, untuk merefleksikan perjalanan sejarah yang kita tempuh, dan untuk mengingatkan bahwa di balik setiap jembatan--baik yang terlihat maupun yang tidak--tersimpan cerita yang tak boleh kita lupakan.
Pentas ini juga sangat penting untuk melatih otak kanan dan otak kiri dalam mengolah logika dan kewarasan, seperti kalimat semalam yang membuat seluruh penonton Teater besar TIM tertawa yakni "Minum Susu, Susu Fafa, Fufu Bendera ..."
Kesimpulannya, bagaikan bumi dan langit jika memperbandingkan "kelucuan" (baca: sekaligus kedunguan, kalau meminjam istilahnya Rocky Gerung) yang dipertontonkan oleh Pelaporan PasBata ke Bareskrim bila dibandingkan dengan Pertunjukan Teater Indonesia Kita yang selain benar-benar lucu, juga sangat cerdas dan waras dalam menggunakan kapasitas otaknya.
Tentu Lakon Teater semalam tidak akan bisa dinikmati jika otak seseorang sudah rusak sebagian akibat seringnya mengumpat Hate-speech, mengakses situs porno dsb (yang memerlukan pemeriksaan Brain CT-Scan) dan perawatan sebagaimana saran dokter ahli syaraf dan jiwa sebelumnya ... Ambyar.