News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Ketika Ekonomi Lesu, Apakah Politik yang Bergairah Bisa Menjadi Solusi?

Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tian Rahmat,S.Fil, Alumnus Filsafat IFTK Ledalero, Flores/Pemerhati isu-isu strategis.

Namun, hemat saya apakah gairah politik ini dapat membawa dampak positif terhadap ekonomi?

Sejumlah contoh di masa lalu menunjukkan bahwa politik yang dinamis kadang dapat mendorong perubahan kebijakan ekonomi yang penting. Contohnya adalah reformasi ekonomi yang dilakukan di awal masa pemerintahan Jokowi pada tahun 2014. 

Di tengah situasi politik yang cukup dinamis, Jokowi berhasil meluncurkan berbagai proyek infrastruktur yang memperkuat pertumbuhan ekonomi. 

Namun, keberhasilan ini tidak selalu terjadi, terutama ketika dinamika politik justru mengarah pada ketidakstabilan.

Di sisi lain, politik yang terlalu dinamis atau bahkan penuh dengan konflik justru dapat mengganggu ekonomi. 

Sebagai contoh, menurut World Bank dalam laporannya tahun 2023, negara-negara dengan tingkat ketidakstabilan politik yang tinggi cenderung mengalami perlambatan ekonomi yang lebih parah dibandingkan negara-negara dengan stabilitas politik yang baik. 

Hal ini disebabkan oleh investor yang enggan menanamkan modal di negara-negara dengan risiko politik yang tinggi.

Politik Ekonomi dan Kebijakan Populis

Salah satu isu utama yang muncul dalam politik Indonesia belakangan ini adalah kebijakan populis yang sering diambil oleh pemerintah maupun partai-partai politik untuk mendapatkan simpati rakyat. 

Kebijakan populis sering kali berfokus pada solusi jangka pendek yang dirancang untuk memenangkan suara dalam pemilu, tetapi mengabaikan dampak jangka panjang terhadap perekonomian.

Sebagai contoh, pada tahun 2023, pemerintah Indonesia meluncurkan program bantuan langsung tunai (BLT) untuk meredam dampak kenaikan harga BBM. 

Meskipun program ini mendapat sambutan positif dari masyarakat, ekonom memperingatkan bahwa langkah tersebut tidak berkelanjutan dan hanya memberikan solusi sementara (Tempo, 2023).

Di sisi lain, kebijakan yang lebih struktural dan berorientasi jangka panjang sering kali diabaikan. 

Faisal Basri dalam wawancaranya dengan CNN Indonesia pada 5 Mei 2024, menegaskan bahwa “Indonesia membutuhkan kebijakan yang fokus pada penguatan industri domestik, peningkatan daya saing ekspor, dan pengurangan ketergantungan pada impor. Tanpa kebijakan ini, ekonomi kita hanya akan berjalan di tempat.”

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini