Bule Saja Jualan Sambel Via Online, Masa Orang Lokal Kalah?
Orang asing saja kreatif berbisnis aneka sambel bikinan lokal lewat toko atau lapak online, mengapa orang lokal bisa kalah?
Penulis: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Produk sambal saja bisa dijual secara online, apalagi produk-produk 'berat' seperti gadget, handphone, smartphone, baju-baju, kosmetika, otomotif dan sederet lainnya.
Karena itu, Ketua Umum Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII), Sammy Pangerapan, mengaku heran, bagaimana orang lokal bisa kalah kreatif dengan orang-orang bule (orang asing) yang dengan kreatifnya berjualan berbagai merek sambel lokal Indonesia via toko online.
"Pasar online itu begitu terbuka lebar, mengapa kita masih bingung mau jualan apa lewat internet? Produk sambel saja bisa dijual. Saya itu tambah heran, mana yang jualan orang bule lagi," tutur Sammy Pangerapan dalam workshop "Berbisnis Usaha Kecil Menengah (UKM) Lewat Internet" di ajang Pesta Media 2013 yang digelar AJI JAkarta, akhir pekan lalu.
Sammy bertutur, kesempatan berbisnis lewat internet semakin terbuka lebar karena penetrasi pasar internet baru 26 persen (akhir 2012) dengan total jumlah pengguna mencapai 63 juta orang seluruh Indonesia.
Dari angka itu, 65 persennya adalah pengguna di bawah usia 35 dengan perangkat smartphone.
Angka pengguna internet di kalangan produktif inilah yang jadi target pasar empuk bisnis online. Itu karena mereka kalangan produktif yang punya uang, banyak kesibukan, 'melek teknologi' dan menginginkan kemudahan dalam urusan berbelanja.
Trend berbelanja lewat toko-toko onlie (online shop) juga makin meningkat karena problem kemacetan yang membuat orang makin malas keluar rumah untuk berbelanja secara langsung ke mall atau pasar tradisional.
Makin mahalnya harga properti, tingginya biaya sewa rumah toko (ruko), dan tidak terjangkauya sewa gerai di mall juga mendorong orang membuat situs atau blog untuk menjual aneka barang.
"Jadi kalau merasa nggak punya banyak modal untuk buka toko di mall atau ruko, ya buka saja lapak online," tutur Sammy.
Namun Sammy mengritik praktik toko-toko online di Indonesia yang seringkali masih ribet dalam urusan transaksi pembayaran. "Masih banyak yang tokonya online, tapi bayarnya masih belum secara online," ujarnya.
Masih ada pula ketakutan di sebagian konsumen untuk berbelanja via dunia maya. Sammy mengutip hasil sebuah survei yang menyebut ketakutan terbesar masyarakat untuk berbelanja via internet adalah ketakutan terhadap penipuan (35 persen responden).
Ketakutan terbesar kedua adalah acapkali barang yang dikirim ke pembeli tidak sesuai pesanan (21,5 persen). "Antara gambar di internet dan barang yang datang bentuknya berbeda," katanya.
Strategi Beriklan di Internet
Untuk melicinkan bisnis lewat online, ada kalanya diperlukan beriklan, salah satunya lewat jejaring sosial seperti Facebook.
Pandu Wirawan, Chief Operation Officer, Digital Advertising Plus, bertutur, beriklan di jejaring sosial seperti Facebook bisa menjangkau pasar yang amat spesifik seperti spesifikasi barang yang dijual via online.
"Di Jejaring sosial Anda bisa beriklan pada segmen pasar sesuai usia pengunjung, jenis kelamin, minat, level pendidikan dan semacamnya.
Mau iklan yang tak berbayar? Pandu menyarankan agar mengambil jalur Twitter, tapi usahakan tidak beriklan hingga mengganggu kenyamanan orang lain.
"Kalau Anda punya kenalan artis, tokoh ternama atau pejabat, tak ada salahnya meminta mereka untuk menyampaikan testimoni singkat tentang keunggulan produk Anda untuk di-share di Twitter. Rasa-rasanya ini iklan tak berbayar yang cukup efektif," tutur Pandu.
Agung BS