Kampanye Anti-Tembakau Berbau Kepentingan Politis Perusahaan Farmasi?
kampanye pengendalian tembakau banyak disponsori sejumlah LSM, dan perusahaan multinasional
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Indonesia for Global Justice, Salamuddin Daeng mencurigai adanya tekanan agar Indonesia meratifikasi konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Kecurigaan, kata Salamuddin, didasarkan atas kampanye pengendalian tembakau banyak disponsori sejumlah LSM, dan perusahaan multinasional.
“Kampanye tembakau dimanfaatkan untuk mencari keuntungan ekonomi dari sejumlah perusahaan farmasi dunia,” ujar peneliti Indonesia for Global Justice, Salamuddin Daeng, Jumat (30/8/2013).
Ia menuturkan, sejumlah perusahaan besar yang biasa membiayai proyek antitembakau misalnya, Pharmacia & Upjhon, Novartis, Glaxo. Mereka aktif mendanai WHO melalui proyek parakarsa bebas tembakau. Melalu badan-badan dunia seperti IMF, World Bank dan badan-badan dibawah PBB lainnya.
Selain itu, Daeng menegaskan, ratifikasi FCTC cenderung merugikan Indonesia. Ratifikasi memaksa petani tembakau dan pelaku industri kelas menengah untuk melakukan standarisasi produk tembakau. Akibatnya, banyak petani dan pelaku usaha yang gulung tikar.
Dalam kangka panjang, produksi tembakau lokal kita turun, kita kemudian dipaksa untuk impor tembakau dari negara lain. “Jadi FCTC membahayakan kepentingan ekonomi, industri nasional, dan usaha-usaha yang dikerjakan oleh rakyat,” tegasnya.
Secara keseluruhan pekerja di sektor industri tembakau menyerap tenaga kerja sekitar 4,1 juta tenaga kerja. Dari jumlah itu 93,77 persen diserap kegiatan usaha pengolahan tembakau, seperti pabrik rokok. Sedangkan, penyerapan di sektor pertanian tembakau menyerap sekitar 6,23 persen.
Sebelumnya diberitakan tribunnews.com pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersikeras untuk mengendalikan tembakau dengan meratifikasi konvensi FCTC. Pemerintah telah menyiapkan naskah akademik RUU FCTC dan dalam waktu dekat akan dibahas bersama DPR.