Disorot, Indonesia Kembali Bergabung dengan OPEC
"Anda menambahkan sesuatu di atas kertas bukannya dalam hal pasokan dunia. Hal ini tidak akan mempengaruhi pasokan dunia."
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, LONDON — Pertemuan kebijakan OPEC bulan Desember akan sekaligus menyambut kembalinya Indonesia sebagai anggota, memperumit keputusan kelompok produsen itu untuk menentukan apakah akan mengubah target hasil produksi minyak mereka.
Setelah menolak memangkas produksi mereka tahun lalu, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Bumi itu memompa jauh lebih banyak dari targetnya 30 juta barel per hari (bph) karena produksi di Arab Saudi dan Irak yang hampir mencapai target, dan peningkatan-peningkatan lebih kecil di negara-negara lain dalam kelompok ini.
Kembalinya Indonesia ke OPEC akan menjadikan jumlah anggota 13 negara dan menambah sekitar 900.000 bph ke dalam keluaran OPEC. Hal ini akan mendorong produksi OPEC ke hampir 32,50 juta bph dan secara teori akan meningkatkan target, menurut beberapa analis.
Masalahnya, hal ini kontroversial bagi OPEC sebab peningkatan target sebelumnya telah menurunkan harga-harga dan isu ini dapat memunculkan kembali dilema kuota produksi masing-masing negara. Minyak mentah diperdagangkan hanya sedikit di atas US$53 per barel, tidak jauh di atas harga terendah dalam enam tahun terakhir ini, mengurangi pendapatan minyak negara-negara anggota.
"Saya khawatir jika batas OPEC diubah, hal itu akan membuka kembali debat mengenai kuota," ujar seorang pengamat OPEC yang menolak diidentifikasi. "Peningkatan ambang akan membuka terlalu banyak isu."
Indonesia akan menjadi produsen terkecil keempat di OPEC. Negara ini menghasilkan 910.000 bph minyak bulan Agustus, sementara 12 anggota OPEC saat ini mencapai 31,57 juta bph, menurut Badan Energi Internasional.
Angka-angka itu akan membuat target 30 juta semakin tidak sesuai, menurut beberapa delegasi OPEC.
"Tidak masuk akal menetapkan ambang 30 juta barel untuk 13 anggota," menurut seorang delegasi OPEC, yang juga menolak diidentifikasi.
Delegasi lain tidak menganggap signifikan ide peningkatan target, mengatakan bahwa hal itu belum dibahas dan mungkin tidak akan terjadi, atau menekankan bahwa peningkatan target untuk mengakomodasi Indonesia tidak akan menaikkan produksi sebenarnya.
"Bahkan jika batas dinaikkan, hal itu bersifat permukaan, hanya di atas kertas," ujar seorang delegasi. "Anda menambahkan sesuatu di atas kertas bukannya dalam hal pasokan dunia. Hal ini tidak akan mempengaruhi pasokan dunia."
Debat mengenai peningkatan ambang akan membuka isu kontroversial untuk OPEC, yaitu apakah kuota keluaran individual akan diberlakukan kembali. OPEC menghapus kuota tersebut, yang menjadi sumber perdebatan panjang, ketika menetapkan ambang batas keluaran 30 juta bph mulai tahun 2012.
Mengingat perubahan-perubahan tingkat produksi para negara anggota sejak saat itu, akibat peristiwa-peristiwa seperti jatuhnya Libya, pertumbuhan di Irak dan sanksi-sanksi terhadap Iran, isu kuota masih sensitif dan politis karena pangsa pasar dan gengsi nasional dipertaruhkan.
Beberapa anggota OPEC melihat kurangnya kuota individu secara efektif sebagai izin bagi negara-negara untuk mendongkrak produksi, seperti Arab Saudi atau Irak, untuk memperluas pangsa pasar.
"Tanpa kuota, batas produksi apa pun akan percuma," ujar delegasi OPEC lainnya.
"Beberapa negara tidak dapat memproduksi seperti sebelumnya seperti Iran karena adanya sanksi, atau Libya. Ini seringkali menjadi peluang bagi negara-negara tertentu untuk mengambil pangsa pasar."
Iran menyeru OPEC untuk memberlakukan kembali kuota dalam pertemuan terakhir bulan Juni, meski ide itu gagal mendapat dukungan yang cukup. OPEC akan bertemu untuk menetapkan kebijakan hasil produksi tanggal 4 Desember. [hd]
Sumber: VOA-Indonesia