BI Revisi Proyeksi Pertumbuhan karena Ekonomi Memble, Ini Tanggapan Kadin
"Hanya apartemen di bawah Rp 500 miliar yang masih ada pembelinya."
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia melihat kondisi perekonomian global pada tahun ini belum kondusif dan membuat pengusaha menahan investasi di dalam negeri.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Yugi Prayanto mengatakan, langkah Bank Indonesia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2016 cukup wajar, karena ekonomi global masih lesu.
Bank Indonesia (BI) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi domestik selama tahun 2016 menjadi 5,0-5,4 persen (yoy). Angka ini lebih rendah dari prediksi sebelumnya yang berada di kisaran 5,2-5,6 persen (yoy).
"Wajar saja direvisi, kebetulan saya dari Seoul (Korea) memang semuanya melambat, bahkan ada negara Eropa pertumbuhan ekonominya ada yang minus," tutur Yugi saat dihubungi, Jakarta, Senin (23/5/2016).
Yugi yang sudah melihat ke lapangan secara langsung mengaku, berbagai industri seperti kelautan, perikanan, properti dan lainnya, mengalami perlambatan seiring melemahnya daya beli masyarakat.
"Investor mau investasi itu, pasti melihat ekonomi global juga, bagaimana kondisinya, jadi lesunya ekonomi global mempengaruhi investasi dan pengusaha sekarang sedang tahan investasi," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, properti untuk penyewaan perkantoran saat ini sedang berhenti dan pembeli-pembeli apartemen dengan harga di atas Rp 1 miliar sangat sedikit.
"Hanya apartemen di bawah Rp 500 miliar yang masih ada pembelinya," ucap Yugi.
Alasan BI melakukan koreksi pertumbuhan ekonomi 2016 karena kondisi ekonomi global yang kembali mengalami pelemahan, sehingga turut berdampak pada Indonesia.
"Dalam RDG kita menyimak kondisi ekonomi dunia yang kembali melemah. Hal ini menjadi perhatian, karena sumbernya tidak hanya dari negara maju tapi juga negara berkembang. Negara berkembang terjadi koreksi begitu tajam dan ini juga berdampak ke Indonesia," ujar Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, beberapa waktu lalu.
Sementara kondisi dalam negeri yang sudah didorong denganstimulus fiskal dan adanya pelonggaran kebijakan moneter, tetapi tidak mampu mendorong konsumsi domestik dan investasi pemerintah maupun swasta yang masih lemah.
"Kita melihat walaupun ekonomi triwulan I 2016 masih cukup kuat tapi konsumsi domestik masih belum cukup baik, investasi pemerintah belum cukup kuat. Jadi secara umum kita lihat kondisi pertumbuhan ekonomi perlu dilakukan penyesuaian, kita koreksi menjadi 5,0-5,4 persen," jelasnya.