Pantauan di Pasar Tradisional Jakarta, Kebijakan Impor Gagal Redam Lonjakan Harga Pangan
Selama ini, tiga komoditas impor, bawang merah, daging, dan gula merupakan komoditas strategis. Fluktuasi harganya menyumbang cukup besar pada inflasi
Editor: Choirul Arifin
Impor tak efektif
Pengamat Ekonomi Agribisnis dan Direktur Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) Arief Daryanto mengatakan, impor pangan yang serba-mendadak saat ini tidak lagi mampu meredam harga pangan di pasar.
Pasalnya, pasar sudah mengetahui bahwa pasokan kurang. Otomatis, karena permintaan cenderung naik, otomatis harga juga ikut beranjak naik.
Selama ini, tiga komoditas impor, yakni bawang merah, daging, dan gula merupakan komoditas strategis. Fluktuasi harga komoditas ini menyumbang cukup besar pada inflasi.
"Kontribusi tiga komoditas pangan ini sangat tinggi terhadap inflasi dan bahkan penentu inflasi," ujarnya.
Arief mengatakan, untuk mengatasi persoalan menahun ini, seharusnya pemerintah memiliki manajemen pasokan pangan lebih baik.
Minimal tiga bulan sebelum Lebaran, pemerintah sudah memiliki data akurat berapa kebutuhan dan ketersediaan pangan.
Dengan begitu, tahu jelas berapa kekurangan yang harus diimpor.
Alhasil, keputusan impor sudah ditetapkan jauh hari, sehingga saat memasuki bulan Ramadan, sudah tidak ada lagi kisruh pangan dan kebijakan impor yang mendadak.
Arief mengambil contoh, sekitar 70% ketersediaan daging sapi nasional dipenuhi daging lokal dan 30% dari impor. Begitu juga dengan bawang merah.
Seharusnya melihat kondisi itu, pemerintah bisa mengantisipasi agar tidak ada gejolak harga.
Indonesia memang sudah swasembada bawang merah. Namun, panen bawang merah termasuk musiman.
Padahal, kebutuhannya sepanjang tahun. Karena itu, perlu solusi cepat untuk mengatasi persoalan itu.
"Data juga simpang siur, tak heran pemerintah kalang kabut," ujar Arief.