Ekonom: Kemenangan Trump Bawa Sentimen Negatif Bagi Ekonomi Indonesia
"Karena pemerintah AS berencana untuk mengenakan bea impor 100 persen, sehingga akan menghambat impor barang Tiongkok yang membanjiri pasar AS"
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Umum Presiden Amerika Serikat dinilai ekonom dapat membawa sentimen negatif bagi perekonomian Asia, termasuk Indonesia.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, kemenangan Donald Trump memang mengejutkan pasar keuangan karena hasil Pilpres berbeda dari hasil beberapa polling terakhir di negeri Paman Sam.
Josua melihat ada dampak tidak langsung ke ekonomi Indonesia dari kebijakan perdagangan dan industri yang proteksionisme Trump, sehingga akan berdampak negatif bagi ekspor Tiongkok yang selanjutnya juga akan mendorong pelemahan ekspor Indonesia ke Tiongkok.
"Karena pemerintah AS berencana untuk mengenakan bea impor 100 persen, sehingga akan menghambat impor barang Tiongkok yang membanjiri pasar AS," tutur Josua, Jakarta, Rabu (9/11/2016).
Sementara dampak langsung, kata Josua, ekspor Indonesia ke AS juga berpotensi menurun, mengingat kontribusi ekspor Indonesia ke AS pada tahun ini cukup tinggi yakni 11 persen dari total ekspor Indonesia.
Sementara itu, investasi langsung dari AS ke indonesia juga berpotensi menurun dimana dalam sembilan bulan tahun ini menurut data BKPM, Penanaman Modal Asing (PMA) dari AS hanya sekitar 0,4 miliar dolar AS atau hanya 2 persen dari total PMA.
"Sehingga dampak dari kebijakan Trump yang cenderung proteksionisme berpotensi juga menekan PMA dari AS serta penurunan ekspor Indonesia ke AS," paparnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, nilai tukar rupiah bersama mata uang Asia lainnya berpotensi melemah apabila kebijakan-kebijakan Trump seperti deportasi imigran ilegal, pemutusan hubungan perdagangan dengan Tiongkok serta pemangkasan tax ratio diimplementasikan.
"Ppemangkasan tax ratio yang berujung pada peningkatan utang pemerintah AS yang pada akhirnya dapat menurunkan sovereign rating AS yg berpotensi berdampak negatif pada ekonomi global dan ilai tukar Asia berpotensi cenderung melemah jika hal tersebut terjadi," tutur Josua.