Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Skema Berbagi Jaringan, Kebijakan Pro-Rakyat

Skema network sharing bisa memeratakan jangkauan jaringan operator hingga ke pelosok, khususnya daerah di luar Pulau Jawa

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Skema Berbagi Jaringan, Kebijakan Pro-Rakyat
net
Ilustrasi BTS 

Dengan tarif off net saat ini, konsumen bisa membayar 10 kali lebih mahal.

Buntutnya, lanjut dia, mereka juga harus banyak berbelanja kartu perdana operator-operator tertentu, supaya murah saat menelpon.

Dari sisi efektivitas, hal tersebut sangatlah tidak tepat dan hanya bermuara pada pemborosan.

"Memang operator tertentu akan diuntungkan, namun sama sekali tidak pro-rakyat. Oleh sebab itu kami mendorong agar persaingan semakin baik, tarif off net harus setransparan mungkin," kata Syarkawi.

Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, berpandangan  penyelesaian revisi ini sangatlah mendesak sebab di tengah teknologi yang berkembang pesat ini, regulasi juga harus cepat mengimbangi.

Seperti diketahui aturan PP 52 dan 53 saat ini hanya fokus menjamah unsur telekomunikasi di ranah telepon dan pesan singkat, padahal tren telekomunikasi sudah berubah ke layanan data.

"Perubahan atas peraturan pemerintah nomor 52 dan 53 yang memungkinkan berjalannya sharing kapasitas sangat diperlukan," ujarnya.

Berita Rekomendasi

Dengan berbagi jaringan, masyarakat mendapatkan akses lebih merata dan industri menjadi lebih efisien serta ketersediaan infrastruktur telekomunikasi bisa semakin cepat meluas.

Saat ini, sebagian besar KPBU atas pembangunan infrastrukur telekomunikasi di luar pulau jawa (80 persen) dilakukan oleh satu operator telekomunikasi.

"Pasar telekomunikasi seluler Indonesia saat ini dikuasai (market leader) oleh satu operator, yakni Telkomsel (sekitar 37 persen pangsa pasar). Di bawah Telkomsel terdapat dua operator, yakni Indosat Ooredoo (23 persen) dan XL Axiata (14 persen)," kata Agus.

Di bawah tiga operator tersebut terdapat empat operator lagi, seperti Ceria, 3 Hutchinson, Smartfren, dan Bakrie Telecom.

Struktur pasar yang demikian mengakibatkan pasar telekomunikasi seluler bersifat oligopoli.


"Kondisi ini diiringi adanya keengganan untuk berbagi kapasitas (sharing capacity) dengan operator telekomunikasi lain, selain operator telekomunikasi dalam grupnya," lanjutnya.

Oleh karenanya, dibutuhkan regulasi mengatur persaingan usaha yang memastikan peningkatan manfaat bagi para pemangku kepentingannya. Salah satunya melalui revisi PP 52 dan 53.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas