Organda Mengeluh, Masih Aada Saja Taksi Online yang Langgar Aturan
"Rasanya masih terlalu banyak yang ada dalam platform aplikasi belum comply aturan, yang alasannya adalah part timer."
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik tentang syarat administrasi taksi online dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 tahun 2017 masih terus menjadi perbincangan di tahapan regulasi.
Aturan tersebut seharusnya sudah berjalan per 1 Juli 2017, namun faktanya masih ada syarat-syarat administratif yang belum diselesaikan oleh pemilik aplikasi, seperti pemberlakukan pengujian KIR.
Ateng Aryono, selaku Sekjen DPP Organda, menyatakan masih banyak pelaku yang terlibat dalam industri taksi online tersebut, melanggar aturan. Salah satu alasannya adalah para mitra pengemudi yang hanyalah bekerja sambilan sebagai pengemudi taksi online atau hanya part-time.
"Rasanya masih terlalu banyak yang ada dalam platform aplikasi belum comply aturan, yang alasannya adalah part timer," terang Ateng, Minggu (23/72017).
Padahal seharusnya syarat administrasi yang tertuang dalam PM No 26 tahun 2017 tersebut dapat berjalan dengan lancar asalkan para mitra taksi online mau menuruti aturan yang ditetapkan oleh aplikasi masing-masing. "Selama merekacomply dengan aturan diharapkan bisa saling komplementer," lanjut Ateng.
Isu tentang taksi online ini mencuat kembali setelah dikeluarkannya kebijakan pemerintah melalui PM no 26 tahun 2017 yang mengatur tarif batas atas dan bawah, kuota dan STNK yang berlaku sepenuhnya terhitung sejak 1 Juli 2017. Dalam pelaksanaannya peraturan ini tidak berjalan sebagaimana diharapkan.
Pihak Organda yang salah satu tugasnya memperjuangkan iklim yang baik dan sehat dalam bidang usaha angkutan darat terus berupaya menyatukan kedua moda transportasi tersebut agar bisa saling mengisi kekurangan.
Namun, pihak pemerintah sepertinya kurang tegas dengan peraturan yang sudah dibuat. Sebelumnya pada Maret 2016 pemerintah melalui Kementerian Perhubungan mengeluarkan PM No 32 tahun 2016. Kemudian pemerintah mengeluarkan revisi PM No 32 tahun 2016 tepat setahun kemudian. Terakhir, pemerintah mengeluarkan PM No 26 tahun 2017 pada April 2017.
"Ada prinsip, hanya kitab suci yang tidak bisa direvisi kan? Sejauh ini, perubahan Peraturan Menteri tersebut sepertinya masih positif untuk semua stake holder," kata Ateng.
Reporter: Tantyo Prasetya