Pospera Gelar Seminar Bertajuk ''Revisi Undang-Undang Migas Untuk Ketahanan Energi Pro Rakyat''
Indonesia mengimpor 800.000 barel minyak mentah per hari ditambah impor bahan bakar minyak sebanyak 600.000 batel per hari.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) menggelar seminar bertajuk 'Revisi Undang-Undang Migas Untuk Ketahanan Energi Pro Rakyat' di kawasan Matraman, Jakarta Timur, Kamis (3/8/2017).
Diskusi tersebut menghadirkan sejumlah pembicara antara lain Penasihat Ahli Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Sampe L Purba, Erwin Usman selaku Ketua DPP Pospera Bidang ESDM, Ketua Bidang Hubungan Eksternal SKK Migas Serikat Pekerja SKK Migas Bambang Dwi Djanuarto, dan Cesare Hermances, selaku pemerhati energi.
Seminar yang dimoderatori Direktur Eksekutif Indonesia Law Reform Institute, Jeppri F Silalahi itu menghasilkan sejumlah poin simpulan di antaranya desakan agar pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat segera menuntaskan revisi undang-undang minyak dan gas bumi untuk mengatasi krisis energi di Indonesia dan meningkatkan ketahanan energi nasional.
Disebutkan, saat ini kebutuhan konsumsi bahan bakar minyak nasional sebesat 1,6 juta barel per hari sementara kapasitas kilang hanya 1 juta barel per hari dan produksi minyak mentah nasional 800.000 barel per hari.
Atas hal itu, Indonesia mengimpor 800.000 barel minyak mentah per hari ditambah impor bahan bakar minyak sebanyak 600.000 batel per hari.
Total impor minyak mentah dan bbm Indonesia sebesar 1,4 juta barel per hari. Hal ini menandakan Indonesia sudah krisis energi khususnya minyak.
Penasihat Ahli Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Sampe L Purba dalam paparannya menyampaikan, Migas sebagai bagian dari rnergi adalah Kekayaan Nasional, yang dapat memberi manfaat apabila diusahakan dengan seimbang, berkeadilan dan berdimensi luas.
Pengusahaan Migas, kata dia, adalah konsep usaha atau bisnis yang memerlukan kepastian, perlindungan, dan kondusivitas di tengah persaingan nasional, regional dan global.
"RUU Migas hendaknya mempertimbangkan secara komprehensif, integral dan holistik kepentingan berbagai Stakeholders. Model Tata Kelola Kelembagaan yang tepat hendaknya mencerminkan kondisi nyata di lapangan, ekspektasi yang berdimensi real dan jangka panjang, serta memudahkan (friendly) dalam implementasinya dengan tetap menjunjung aturan main dan akuntabilitas sesuai dengan prinsip bisnis yang sehat dan berkeadilan," kata dia.
Dia menambahkan, undang undang Migas adalah sangat fundamental sebagai pewujudan kedaulatan negara, demokrasi ekonomi dan kepentingan rakyat yang berkeadilan.
"Karena itu penyusunannya tidak boleh bersifat pragmatis jangka pendek. Tetapi harus visioner, komprehensif serta mampu menjawab dan memenangi tantangan lokal, nasional, regional dan global secara nyata," kata dia.
Terkait Badan Usaha Badan Usaha Khusus (BUK) Migas, menurut Sampe adalah sesuatu yang konstruktif. Bagi dia, BUK Migas di satu sisi dapat memberi kebijakan pemihakan yang memicu tanggung jawab kepada badan usaha milik negara dan nasional.
Di sisi lain, tambahnya, hal itu dapat mendorong pengembangan wilayah wilayah yang tidak menarik secara komersial, tetapi perannya strategis dari aspek geostrategis dan pemerataan ketahanan nasional di bidang energi
Sementara Erwin Usman, Ketua DPP Pospera Bidang ESDM menyampaikan saat ini ada dua kutub dalam revisi undang-undang migas terkait kelembagaan hulu migas yaitu menggabungkan fungsi SKK Migas di dalam Pertamina atau membentuk Badan Usaha Khusus yang terpisah dari Pertamina.
“Dinamika ini perlu dicermati secara matang agar keputusan yang diambil berpihak kepada Ketahanan Energi yang Pro Rakyat, karena itu kita harus benar-benar mengawal dan terlibat dalam revisi undang-undang migas kali ini,” ujarnya dalam seminar tersebut. (*)