Chatib Basri Jelaskan Alasan Sri Mulyani Layak Mendapatkan Predikat Menteri Keuangan Terbaik Dunia
Mengapa? Banyak studi yang menunjukkan bahwa salah satu pilar utama stabilitas makroekonomi Indonesia adalah stabilitas fiskal.
Editor: Hasanudin Aco
Ketika saya menjadi Menteri Keuangan di periode 2013-2014, proses ini dilanjutkan, dan saya merasakan bahwa tugas Menteri Keuangan menjadi lebih mudah, karena -- walau masih jauh dari sempurna -- Kementerian Keuangan sudah memiliki sistem yang lebih baik dalam hal standar, prosedur, evaluasi kinerja dan sebagainya.
Tak heran bagi saya bila pada tahun 2016 Princeton University merilis studi kasus Kementerian Keuangan.
Karena itu saya tak terkejut ketika membaca rilis resmi tanggal 11 Februari 2018 dari Sri Mulyani: "Berbagai upaya reformasi kebijakan telah dicanangkan di Kementerian Keuangan, bertujuan untuk mendorong kebijakan fiskal menuju pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Reformasi birokasi di Kementerian Keuangan juga sudah membuahkan banyak hasil."
Sri Mulyani benar. Itu sebabnya saya mengatakan bahwa ia berhak mendapat penghargaan itu sejak beberapa tahun lalu.
Tentu, keberhasilan ini, bukanlah keberhasilan individu. Seperti yang dikatakan Sri Mulyani, ia cukup rendah hati untuk mengatakan bahwa ini adalah keberhasilan kolektif, dan tentunya pengakuan akan keberhasilan Indonesia, seperti yang dikatakan oleh Presiden Joko Widodo.
Kontribusi Sri Mulyani yang luar biasa adalah membenahi institusi Kementerian Keuangan.
Saya mengenal Sri Mulyani cukup lama. Satu hal yang tak pernah saya lupakan adalah pengalaman kami di G-20. Saya ringkaskan sedikit disini.
Dalam pertemuan G-20 di Pittsburgh, Presiden Obama meminta Indonesia untuk membagikan pengalamannya dalam menurunkan subsidi BBM. Kita ingat pada tahun 2005 dan 2008, Indonesia menaikkan harga BBM dan mengalokasikan subsidinya untuk rakyat miskin melalui program BLT.
Mungkin aneh bagi sebagian diantara kita, mengapa kebijakan yang di dalam negeri dicaci maki habis-habisan, justru dianggap cerita sukses dan patut contoh oleh negara-negara anggota G-20.
Siang itu, Presiden Yudhoyono sudah siap untuk memberikan paparannya. Sayangnya, waktu sangat terbatas, sehingga Presiden SBY tak jadi bicara.
Tentu kami semua -- saya ingat yang ada di ruang pertemuan itu adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani, juru bicara Presiden Dino Djajal, Mahendra Siregar dan saya sebagai Deputi Menteri Keuangan untuk G-20 -- merasa amat kecewa.
Kami berusaha meminta keterangan dari delegasi Amerika Serikat, tapi jawabannya tak memuaskan karena yang memimpin sesi itu adalah Obama sendiri. Mereka tentu tak berani menanyakan kepada Obama.
Saya ingat Sri Mulyani setengah berbisik kemudian mengatakan, "Sepertinya saya mesti ngomong langsung dengan Obama kalau begini". Saya kira dia bergurau. Tetapi kemudian saya sadar, Sri Mulyani serius dengan ucapannya.