Blokir Status Pekerjanya di BPJS Kesehatan, Freeport Digugat ke Pengadilan
Gugatan ini terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 3 Mei 2018 dengan nomor perkara 265/Pdt.G/208/PN.Jkt.Pst.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Anggar Septiadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Freeport Indonesia digugat atas perbuatan melawan hukum ihwal pemblokiran status Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pekerjanya
Gugatan ini terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 3 Mei 2018 dengan nomor perkara 265/Pdt.G/208/PN.Jkt.Pst.
Gugatan diajukan oleh dua karyawan Freeport Ama Nur Jaman Hobrouw, dan Ivanna Margaretha Kawatak. Sementara pihak tergugat adalah Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (Tergugat 1), Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Kabupaten Mimika, Papua (tergugat 2), dan PT Freeport Indonesia (tergugat 2).
"Basis material gugatannya sama dengan sebelumnya atas tindakan sepihak BPJS dan Freeport. Tapi yang sekarang adalah gugatan class action dengan perwakilan," kata kuasa hukum penggugat, Harris Azhar dari kantor Hukum dan HAM Lokataru kepada Kontan.co.id, Selasa (29/5/2018).
Dalam gugatannya, penggugat menuntut ganti rugi senilai Rp 118,82 miliar dengan rincian kerugian material senilai Rp 78,62 miliar yang rinciannya dibagi atas dua kelompok.
Pertama senilai Rp 57,60 miliar sebagai tunggakan iuran BPJS 4.000 karyawannya, dan kedua senilai Rp 21,02 miliar sebagai kerugian bagi 12 orang yang meninggal atau kepada ahli warisnya atas pemblokiran BPJS Kesehatan.
Ada pula tuntutan kerugian imaterial senilai Rp 40 miliar.
Pemblokiran BPJS Kesehatan ini dinilai Harris merupakan perbuatan melawan hukum lantaran, ada fungsi jaminan sosial dalam UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
"BPJS punya fungsi jaminan sosial, dan itu bagian dari Hak Asasi Manusia yang merupakan tanggung jawab negara. Jadi tak bisa dilihat secara kontraktual saja atas pemberi kerja memberikan asuransi kesehatan kepada pekerja," lanjut Harris.
Harris menjelaskan, gugatan ini sendiri bermula atas kebijakan Furlough alias perumahan karyawan pada 26 Februari 2017 lalu.
Atas kebijakan tersebut kemudian, sekitar 3.274 pekerja Freeport ditambah ribuan pekerja dari kontraktor Freeport sehingga total berjumlah 8000-an pekerja kemudian melangsungkan aksi mogok kerja.
Menanggapi hal ini juru bicara Freeport Riza Pratama menyatakan bahwa sejatinya atas aksi unjuk rasa tersebut pihaknya telah memberikan peringatan untuk kembali bekerja.
Namun tak seluruhnya yang kembali.