Ada Apa di Balik Rencana Impor Beras 2 Juta Ton Tahun Ini?
perihal impor beras jadi polemik karena Kementerian Pertanian mengklaim produksi beras dalam negeri mencukupi kebutuhan
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui hasil rapat koordinasi terbatas (rakortas) yang melibatkan kementerian dan lembaga terkait memutuskan impor beras secara bertahap sepanjang tahun ini, dengan total 2 juta ton.
Hasil rakortas diputuskan semua kementerian dan lembaga di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Belakangan, perihal impor beras jadi polemik karena Kementerian Pertanian mengklaim produksi beras dalam negeri mencukupi kebutuhan hingga akhir tahun. Sedangkan harga beras di pasaran sempat naik dan stok beras pemerintah di Perum Bulog yang digunakan untuk operasi pasar pun jumlahnya minim.
"Dari kuartal III 2017 harga (beras) mulai naik. Kami sudah intens rapat. Stok Bulog saat itu pada 978.000 ton. Banyak enggak itu? Enggak, karena normalnya kita itu stoknya 2 juta ton. Kalau 3 juta, bagus," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat ditemui di kantornya pada Rabu (19/9/2018) malam.
Darmin mengungkapkan, dalam rapat di awal tahun 2018 terjadi debat dari berbagai pihak, di mana ada yang yakin produksi beras cukup untuk kebutuhan tahun 2018 dan ada yang meragukannya. Hingga rapat berikutnya kembali digelar 15 Januari, dan dicek stok beras di Bulog saat itu tinggal 903.000 ton.
"Dalam 10 hari, berkurang 75.000 ton, harus operasi pasar karena harga naik. Harga waktu itu Rp 11.300 (per kilogram), ini beras medium, loh. Beras medium itu (Harga Eceran Tertinggi) Rp 9.450, jadi sudah ada jauh di atas," tutur Darmin.
Tambahan stok beras dalam negeri biasanya menunggu masa puncak panen raya yang jatuh pada Maret atau April. Sementara, dengan stok beras yang tidak seberapa dan masih bulan Januari, dengan kondisi harga di pasaran sudah naik, maka hasil rakortas memutuskan impor 500.000 ton beras.
"Kalau harga makin turun, 'digoreng' sama pedagang, kami enggak akan kuat. Jangan dikira 903.000 ton itu banyak. Konsumsi kita sebulan ada yang bilang 2,3 dan 2,4 juta ton. Artinya, 903.000 ton itu lebih sedikit dari 10 hari," ujar Darmin.
Kementerian Pertanian dalam rakortas memproyeksikan total hasil produksi beras dari panen raya bisa mencapai 13,7 juta ton, dengan perkiraan produksi 2,5 juta ton pada Januari, 4,7 juta ton pada Februari, dan 6,5 juta ton pada Maret. Namun saat rapat berikutnya tanggal 19 Maret, stok beras di Bulog tinggal 590.000 ton dengan kondisi 500.000 beras impor hasil keputusan rapat Januari belum masuk.
"Impor (keputusan) 15 Januari itu perintahnya harus masuk akhir Februari. Kenapa enggak masuk, pertama karena mereka panennya macet, negara produsen. Kemudian pengapalannya memang lama, persiapannya," ucap Darmin.
Rakortas terakhir turut memutuskan bahwa Bulog harus menyerap beras hasil produksi dalam negeri paling lambat bulan Juni sebesar 2,2 juta ton. Sementara saat rapat berikutnya tanggal 28 Maret, stok beras Bulog baru naik sedikit, menjadi 649.000 ton dari posisi terakhir 590.000 ton per 19 Maret.
"Posisi 28 Maret memang stok sedikit naik, jadi 649.000 ton. Tapi, ya enggak ada apa-apanya. Panen raya sudah mau habis, siapa yang percaya bahwa ini akan beres-beres saja ke depan? Sehingga kami putuskan impor 1 juta ton," sebut Darmin.
Belakangan harga beras masih tinggi, yaitu Rp 11.036 per kilogram untuk beras medium dan di sisi lain operasi pasar terus dilakukan. Kemudian rakortas memutuskan kembali menambah impor beras hingga total untuk tahun ini 2 juta ton.
Setelah berbagai keputusan itu, dalam rapat terakhir di bulan Agustus, jumlah stok beras di Bulog sudah ada 2,2 juta ton. Namun, jumlah itu termasuk dengan beras impor yang sudah masuk sebesar 1,4 juta ton.
"Karena sudah bulan Agustus, kami anggap (target penyerapan) 2,2 juta ton masih akan nambah sedikit dari pengadaan dalam negeri, dan katanya sekarang bisa mendekati 2,4 juta ton, berarti naik sedikit. Sampai akhir tahun (cadangan beras) bisa 3 juta ton, maka, kami tidak menambah impor," kata Darmin.
Dari total 1,4 juta ton beras impor yang sudah masuk, maka seharusnya masih ada 600.000 ton beras lagi. Tapi, Darmin memastikan itu tidak jadi diimpor karena kendala teknis dari negara produsen dan proses pengiriman yang membuatnya melebihi batas waktu yang ditentukan dalam rakortas.
Upaya pemerintah menjaga harga kebutuhan pokok, termasuk beras, tercermin dari Indeks Harga Konsumen (IHK) atau inflasi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terakhir, bulan Agustus justru terjadi deflasi atau turunnya harga barang-barang sebesar 0,05 persen.
Untuk indikator inflasi umum kelompok bahan makanan, terjadi deflasi 1,10 persen dan menyumbang andil deflasi 0,24 persen dari keseluruhan deflasi bulan Agustus. Pemerintah menargetkan inflasi keseluruhan untuk tahun 2018 sebesar 3,5 plus minus 1 persen.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Fakta di Balik Rencana Impor Beras 2 Juta Ton Tahun Ini"