Ekonomi Indonesia Kuartal I Tahun Depan Akan Digerakkan oleh Dana Bansos
"Kalau di dalam negeri, konsumsi rumah tangga diperkuat diantaranya bansos ini jadi penguatan di triwulan I," kata Lana
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Benedicta Prima
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih optimistis memandang kondisi ekonomi pada triwulan I 2019. Menjelang tahun politik, pemerintah kemugkinan akan mengejar target pada periode Januari-April 2019 sehingga akan mendorong pertumbuhan ekonomi di periode tersebut.
Dia menyebut, pemerintah akan banyak menggelontorkan dana bantuan sosial (bansos) pada triwulan I 2019, sehingga konsumsi meningkat dan bisa memperkecil dampak ekonomi global. Apalagi pertumbuhan ekonomi dominan didorong oleh konsumsi rumah tangga.
"Misal ekspor terhambat karena isu perdagangan yang belum jelas dan tidak bisa diprediksi. Kalau di dalam negeri, konsumsi rumah tangga diperkuat diantaranya bansos ini jadi penguatan di triwulan I," kata Lana saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (24/12/2018).
Jika pemerintah di APBN 2019 akan fokus pada program sosial. Hal ini tercermin dari peningkatan dana bansos yang tadinya Rp 287 triliun menjadi Rp 381 triliun.
Baca: Perjuangan Hidup-Mati Willy Siska Selamatkan 2 Anak di Papan Kayu Saat Tsunami Menerjang Anyer
Dana bansos diperbesar karena pemerintah akan mengejar target pembangunan seperti gini rasio menjadi 0,38-0,385 dari 0,389 pada Maret 2018, tingkat kemiskinan menjadi 8,5-9,5% dari 9,82 , serta tingkat pengangguran menjadi 4,8%- 5,2% dari 5,34%.
Lana mengatakan, pemerintah bisa menggunakan dana desa untuk menciptakan lapangan kerja di masyarakat pedesaan pada di kuartal I. Di sisi lain, pemerintah terlihat menahan pembangunan infrastruktur. Dengan demikian, harapannya keuangan pemerintah terkonsentrasi untuk bansos.
"Itu bisa mengurangi walaupun tidak 100% kita bisa imun terhadap efek global," kata Lana.
Di sisi lain, Lana menyebutkan, tahun depan tantangan pemerintah cukup berat terurama memperbaiki struktural ekonomi. Pemerintah harus memilih antara kesejahteraan sosial atau menurunkan impor.
"Prioritas mana yang dipilih dilematis karena ada keterbatasan dana jadi perlu betul-betul dipilih," ungkapnya.
Jika pemerintah fokus pada kesejahteraan maka terpaksa impor masih tetap tinggi. Pemerintah perlu menjaga suplai untuk menahan inflasi tetap rendah sehingga daya beli masyarakat terjaga.
Namun apabila pemerintah fokus mengurangi impor, industri dalam negeri perlu waktu panjang untuk memenuhi suplai. Sehingga konsentrasi pemeritah untuk meningkatkan kesejahteraan akan terganggu karena fokus akan beralih untuk membangun industri substitusi impor.
"Butuh tiga tahun sampai empat tahun berbenah, jadi memang ada masalah struktural," jelasnya.