Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Soal Sengketa Piutang PT GWP, Mantan Hakim Agung: Eks Kreditur Tak Berhak Lakukan Penagihan

Hak tagih piutang PT GWP dari Bank China Construction Bank Indonesia sebelumnya telah dibeli melalui akta bawah tangan 12 Februari 2018.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Soal Sengketa Piutang PT GWP, Mantan Hakim Agung: Eks Kreditur Tak Berhak Lakukan Penagihan
IST
Mantan Hakim Agung Yahya Harahap 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Mantan Hakim Agung Yahya Harahap menyatakan, anggota kreditur sindikasi tidak berhak mengklaim kembali piutang yang sudah diambilalih, dan atau diserahkan kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), untuk dilakukan penagihan atau pengurusan.

Secara prinsip semua anggota sindikasi telah menerima bagian yang proporsional dari piutang yang penyelesaiannya telah diserahkan oleh BPPN dengan menggunakan PP No.17/1999.
  
Mantan Hakim Agung Yahya Harahap menyampaikan hal tersebut saat bersaksi dengan status saksi ahli dalam persidangan  gugatan perkara perdata Nomor 223/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst. yang diajukan seorang pengusaha berinisial TW di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (23/4/2019).

Yahya menjelaskan, piutang atau aset kredit sindikasi yang telah diselesaikan BPPN dengan dilakukan pelelangan atau penjualan, maka seluruh hak yang melekat dalam piutang itu beralih kepada pemegang cessie (hak tagih).

Artinya, seluruh hak dan dokumen kredit, beralih ke cessionaris, sehingga bank atau sindikasi bank tak lagi mempunyai hak terkait piutang tersebut, jadi cessionaris menjadi kreditur baru.

Baca: Pebalap Rio Haryanto Jadi Pembeli Pertama Toyota C-HR Hybrid di Indonesia

“Jadi, jika piutangnya telah dialihkan kepada cessionaris, namun dalam kredit sindikasi salah satu bank atau kreditur masih menagih kepada debitur, itu perbuatan melawan hukum,” sebutnya.

Sebelumnya, saat menjadi saksi ahli dalam perkara yang sama,  Guru Besar Hukum Bisnis Fakultas Hukum UGM Yogyakarta, Profesor Nindyo Pramono menyatakan, kewenangan BPPN mengacu pada Pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 17/1999 juncto Pasal 37 a UU Perbankan sangat luas, tidak hanya menagihkan, tapi sampai menjual (piutang atau aset kredit) di bawah nilai buku. 

Baca: Pemerintah dan 6 Perguruan Tinggi Negeri Rampungkan Riset Komprehensif Mobil Listrik

 
Pokok gugatan yang diajukan pengusaha tersebut melalui kuasa hukum Desrizal dkk adalah meminta pengadilan memutuskan bahwa PT Geria Wijaya Prestige (GWP) telah melakukan wanprestasi, dan meminta GWP membayar penggugat senilai lebih dari US$31 juta. Turut menjadi pihak tergugat adalah Fireworks Ventures Limited. 

Berita Rekomendasi

Hak tagih piutang PT GWP dari Bank China Construction Bank Indonesia (dulu Bank Multicor) sebelumnya telah dibeli melalui akta bawah tangan 12 Februari 2018.

Pada 1995, Bank Multicor menjadi salah satu anggota sindikasi kreditur yang memberikan pinjaman US$17 juta kepada PT GWP. Namun akibat krisis moneter 1997-1999, beberapa bank anggota sindikasi kolaps dan harus diambilalih BPPN

Pada 8 November 2000, semua anggota kreditur sindikasi, termasuk Bank Multicor, membuat Kesepakatan Bersama dengan BPPN, yang pada intinya menyerahkan kewenangan pengurusan piutang PT GWP kepada BPPN berdasarkan PP No. 17 Tahun 1999. 

Sejak itu, piutang PT GWP ditangani BPPN, hingga akhirnya BPPN menjual piutang tersebut melalui Program Penjualan Aset-aset Kredit (PPAK) VI Tahun 2004 yang dimenangi PT Millenium Atlantic Securities/MAS.

BPPN lalu mengalihkan piutang (cessie) PT GWP kepada PT MAS, yang kemudian pada 2005 mengalihkan piutang tersebut kepada Fireworks Ventures Limited.  Saat ini Fireworks adalah pemegang tunggal eks aset kredit PT GWP tersebut. 

Saat ini, Fireworks telah memegang seluruh dokumen kredit PT GWP, kecuali jaminan kredit berupa sertifikat atas nama PT GWP karena dalam pengalihan piutang melekat hak kebendaan (jaminan kredit berupa sertifikat), maka Edy Nusantara, kuasa Fireworks, menempuh upaya hukum dengan melaporkan dugaan penggelapan sertifikat PT GWP ke Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri pada 21 September 2016 dengan Nomor : LP/984/IX/2016/Bareskrim dengan terlapor, yaitu Tohir Sutanto (mantan Direktur Bank Multicor/kini Bank CCB) dan Priska M. Cahya (pegawai Bank Danamon).
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas