Obat Modern Asli Indonesia Bantu Kurangi Impor Bahan Baku
Obat hilirisasi hasil riset yang dilakukan sejak 2011 ini telah menghasilkan sedikitnya 18 obat bernomor izin edar Fitofarmaka
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya Dexa Group melakukan hilirisasi hasil riset obatnya berupa Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang berdaya saing tinggi kini banyak diresepkan oleh para dokter untuk pasien di Indonesia.
Obat hilirisasi hasil riset yang dilakukan sejak 2011 ini telah menghasilkan sedikitnya 18 obat bernomor izin edar Fitofarmaka dan produknya juga telah diekspor ke empat benua di Afrika, Amerika, Asia, dan Eropa.
Namun, upaya ini perlu lebih ditingkatkan penggunaannya, khususnya bagi pengguna di fasilitas kesehatan formal.
Menristek/Kepala Badan Riset dan Inovasi (BRIN) Prof. Bambang PS Brodjonegoro dalam kunjungan kerja ke Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) Dexa Group, Rabu, 8 Januari 2020 menyampaikan apresiasinya kepada Dexa Group yang telah mengupayakan penelitian dan pengembangan produk farmasi menjadi produk yang keunggulan kualitasnya diakui secara internasional dan berdaya saing.
“Langkah ini merupakan wujud hilirisasi industri seperti yang diharapkan oleh pemerintah. Saya melihat Dexa Group telah menghasilkan produk riset dan teknologi yang inovatif berbahan baku keanekaragaman sumber daya biodiversitas asli Indonesia," ujar Bambang.
"Tentunya ini menjadi peran pemerintah untuk membantu hilirisasi industri agar semakin banyak dikonsumsi, dalam hal ini kami akan mengusulkan penggunaan obat-obatan Fitofarmaka di program kesehatan Pemerintah JKN,” kata Prof Bambang.
Pimpinan Dexa Group Ferry Soetikno menyatakan, salah satu peran Dexa Group sebagai
industri farmasi adalah mendukung upaya pemerintah untuk mewujudkan kemandirian bahan baku obat-obatan melalui penelitian dan pengembangan produk obat modern asli Indonesia (OMAI) yang dilakukan di DLBS.
“Dexa Group berkomitmen untuk terus berinovasi dalam hal riset dan penggunaan teknologi, ini juga merupakan cara membantu pemerintah untuk mendukung percepatan kemandirian bahan baku farmasi yang telah tertuang pada INPRES 6 Tahun 2016,” kata Ferry Soetikno.
Baca: Menristek Dorong Kolaborasi Riset Indonesia dengan Luar Negeri
Executive Director DLBS Dr. Raymond Tjandrawinata mengatakan, DLBS sebagai organisasi riset bahan alam hingga saat ini telah meneliti dan memproduksi bahan baku aktif obat herbal.
Upaya ini kikut mendorong kemandirian bahan baku obat nasional sekaligus memberikan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia karena memberdayakan para petani hingga ke distributor.
Baca: 10 Perguruan Tinggi Masuk Daftar Kampus dengan Penelitian Terbaik di Indonesia
Dia menjelaskan, lewat DLBS, Dexa Group melakukan kegiatan riset di tingkat hulu dengan mengembangkan sediaan farmasi dan memproduksi Active Pharmaceutical Ingredients (API) yang berasal dari makhluk hidup.
Di tingkat hilir, inovasi pengembangan dari DLBS ini menghasilkan 18 produk berizin edar Fitofarmaka dari 26 produk berizin edar Fitofarmaka di Indonesia.
Dr. Raymond juga menjelaskan, bersama ratusan saintis, DLBS telah menghasilkan OMAI di
antaranya Inlacin yakni produk obat diabetes Fitofarmaka berbahan baku bungur dan kayu manis yang telah diekspor ke Kamboja dan Filipina.
Produk Fitofarmaka lainnya adalah Redacid berbahan baku kayu manis yang bermanfaat untuk mengatasi gangguan lambung.
Produk OMAI penemuan DLBS lainnya adalah Inbumin berbahan baku ikan gabus untuk membantu proses penyembuhan luka dan Disolf berbahan baku cacing tanah untuk memperlancar peredaran darah, serta rangkaian Herba Family seperti HerbaKOF untuk obat batuk, HerbaCOLD untuk Flu, HerbaPAIN untuk sakit kepala dan nyeri otot, dan HerbaVOMITZ untuk gangguan lambung.
Kegiatan litbang di DLBS sudah diakreditasi secara independen oleh auditor KNAPPP dari Kemenristek BRIN dan AAALAC (Association for Assessment and Acreditation of Laboratory Animal Care International).
Sedikitnya ada 50 produk inovasi dan ratusan publikasi ilmiah yang telah dilakukan DLBS terkait kegiatan litbang selama empat tahun terakhir.
Sekitar 42 hak paten terkait produk riset yang telah didaftarkan di sejumlah negara yakni Indonesia, AS, Eropa, Australia, Korea Selatan dan Jepang.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.