Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Ketegangan AS dan China Belum Meningkat Jadi Pendorong Rupiah ke Rp 13.700

belum terjadinya ekskalasi ketegangan Amerika Serikat (AS) dan China kembali berpotensi juga mendorong sentimen positif hari ini.

Editor: Sanusi
zoom-in Ketegangan AS dan China Belum Meningkat Jadi Pendorong Rupiah ke Rp 13.700
Sputnik News
Presiden Tiongkok Xi Jinping (kiri) dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Riset PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, belum terjadinya ekskalasi ketegangan Amerika Serikat (AS) dan China kembali berpotensi juga mendorong sentimen positif hari ini.

Karena itu, dia memprediksi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kemungkinan masih berpotensi menguat hari ini dengan sentimen positif tersebut.

"Potensi menuju level support di Rp 13.700. Dengan potensi resisten di kisaran Rp 14.000," ujarnya di Jakarta, Senin (8/6/2020).

Pegawai menunjukan uang dolar Amerika Serikat dan rupiah di gerai penukaran uang Ayu Masagung di Jalan Kramat Kwitang, Senen, Jakarta Pusat, Kamis (19/3/2020). Nilai tukar rupiah terus tertekan sejak beberapa pekan terakhir, terutama setelah merebaknya wabah virus covid-19. Rupiah, kini selalu berada di atas Rp 15 ribu per dolar AS. Tribunnews/Jeprima
Pegawai menunjukan uang dolar Amerika Serikat dan rupiah di gerai penukaran uang Ayu Masagung di Jalan Kramat Kwitang, Senen, Jakarta Pusa

Sementara itu, Ariston menjelaskan, hari ini kemungkinan sentimen positif dari AS masih akan mendorong penguatan aset-aset berisiko.

"Data tenaga kerja AS, nonfarm payrolls (NFP) dan tingkat pengangguran bulan Mei, yang dirilis Jumat malam, yang hasilnya di luar dugaan lebih bagus dari proyeksi, menjadi faktor pemicu baru pembelian aset-aset berisiko," katanya.

Data NFP bulan Mei menunjukkan penambahan jumlah orang yang dipekerjakan di luar sektor pertanian dan pemerintahan sebesar 2,5 juta orang.

Berita Rekomendasi

Padahal, sebelumnya para analis memperkirakan terjadi pengurangan sebesar 7,7 juta, sehingga tingkat pengangguran pun turun menjadi 13,3 persen dari sebelumnya 14,7 persen.

"Data tenaga kerja AS yang lebih baik ini karena kebijakan AS yang sudah mulai membuka perekonomiannya meskipun masih terkena wabah. Pasar pun masih berekspektasi positif terhadap upaya pembukaan ekonomi di negara-negara pandemi yang lain," pungkasnya.

Aliansi Anti-China

Hubungan China dengan negara-negara Barat semakin memanas dan meningkatkan konfrontasi ke tingkat yang baru, hal ini dipicu sejumlah masalah terkait keamanan dan ekonomi.

Sebuah koalisi gabungan anggota parlemen dari delapan negara telah memprakarsai dibentuknya aliansi lintas parlementer baru.

Dikutip dari laman Sputnik News, Senin (8/6/2020), aliansi ini dibentuk untuk menantang ancaman yang ditimbulkan oleh semakin besarnya pengaruh China akhir-akhir ini.

Baca: Mantan Wapres Joe Biden akan Temui Keluarga George Floyd, Tolak Dikawal agar Tak Ganggu Pemakaman

Baca: Aiman Kompas TV Nanti Malam: Siasat Melepas Pandemi

Kelompok yang dinamakan Aliansi Antar-Parlemen untuk China yang terdiri dari Inggris, Jepang, Kanada, Norwegia, Swedia, Jerman, Australia, Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS) itu berpendapat bahwa kerja sama internasional ini memang sangat diperlukan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas