Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Ekonom: Pembentukan Dewan Moneter Belum Mendesak

Pemerintah berencana menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Reformasi Sistem Keuangan.

Editor: Sanusi
zoom-in Ekonom: Pembentukan Dewan Moneter Belum Mendesak
KONTAN/Fransiskus Simbolon
ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah berencana menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Reformasi Sistem Keuangan.

Perppu ini nantinya merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

Salah satu yang diatur dalam Perppu adalah pembentukan dewan moneter untuk menetapkan setiap kebijakan moneter yang ditempuh.

VP Economist PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan, tidak ada urgensi membentuk dewan moneter. Koordinasi antara pemerintah dengan BI bisa diperkuat melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan ( KSSK) seperti yang dilakukan saat ini.

Baca: Asosiasi Emiten Dukung Rencana Pemerintah Untuk Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan

"Independensi BI perlu dipertahankan dalam rangka menciptakan stabilitas perekonomian. Dalam rangka koordinasi antara otoritas moneter dan otoritas fiskal dapat diperkuat dalam forum KSSK tanpa adanya pembentukan dewan moneter," kata Josua kepada Kompas.com, Jumat (4/9/2020).

Josua merinci, ada beberapa alasan pembentukan dewan moneter tak perlu dilakukan. Alasan pertamanya adalah mempertahankan independensi BI. Artinya, kebijakan moneter mutlak berada di tangan BI tanpa campur tangan pemerintah.

Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999. Dalam UU dinyatakan, BI merupakan lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan pemerintah dalam mencapai tujuannya, yaitu memelihara kestabilan nilai rupiah.

Berita Rekomendasi

Josua menilai, jika mandat BI diperluas untuk mendorong pertumbuhan, ada beberapa risiko yang bisa terjadi seperti masa lalu.

"Pernah dialami di mana perekonomian Indonesia mengalami kontraksi ekonomi pada tahun 1962-1963, diikuti oleh hyper-inflation sebelum fungsi independensi BI diperkuat pada tahun 1999," papar Josua.

Tak hanya itu, berkurangnya indenpensi BI sebagai bank sentral berpotensi memberikan sinyal yang kurang positif di pasar keuangan.

"Ini dapat mengganggu aliran investasi dan juga berpotensi mempengaruhi peringkat utang pemerintah Indonesia," pungkasnya.

Mengutip draf RUU Sistem Keuangan yang diterima Kompas.com, beleid soal Dewan Moneter diatur dalam beberapa pasal. Pasal 7 ayat 3 RUU menyebut, penetapan kebijakan moneter dilakukan oleh dewan moneter.

Sementara itu, ketentuan pasal 9 yang menjelaskan bahwa pihak lain tidak bisa ikut campur dalam pelaksanaan tugas BI dihapus. Pasal kemudian diganti dengan disisipkannya 3 pasal baru, yakni pasal 9A, pasal 9B, dan pasal 9C.

Pasal tersebut menjelaskan, dewan moneter akan memimpin, mengkoordinasikan, dan mengarahkan kebijakan moneter sejalan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.

Dewan ini terdiri dari 5 anggota, yakni Menteri Keuangan, Menteri Perekonomian, Gubernur BI, Deputi Gubernur Senior BI, dan Ketua Dewan Komisioner OJK. Dewan moneter diketuai oleh Menteri Keuangan.

Apabila dipandang perlu, pemerintah dapat menambah beberapa orang menteri sebagai anggota penasehat kepada Dewan Moneter.

Di pasal 9C, keputusan dewan moneter diambil dengan musyawarah untuk mufakat. Bila Gubernur tidak memufakati hasil musyawarah, Gubernur dapat mengajukan pendapatnya kepada pemerintah. Poin ini juga yang dipersoalkan karena membuat peran gubernur dalam mengambil kebijakan moneter menjadi lemah.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ekonom: Pembentukan Dewan Moneter Bisa Timbulkan Sentimen Negatif hingga Hiperinflasi"

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas