GAPMMI : Makin Banyak Penyedia Teknologi Bisa Dongkrak Efisiensi Industri Mamin
Pemerintah sudah mulai melakukan upaya-upaya strategis untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing sektor makanan dan minuman
Penulis: Lita Febriani
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perindustrian terus mendorong implementasi era Industri 4.0 lewat program Making Indonesia 4.0.
Program Making Indonesia 4.0 sendiri telah memilih lima industri prioritas yakni industri makanan dan minuman (mamin), tekstil dan pakaian, otomotif, kimia dan elektronik.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman, mengatakan Pemerintah sudah mulai melakukan upaya-upaya strategis untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing sektor Mamin.
"Segala upaya strategis dilakukan pemerintah seiring dengan penerapan teknologi Industri 4.0, baik dari segi produksi maupun utilitas pabrik," ungkap Adhi, Senin (12/4/2021).
Kesiapan industri dalam menerapkan Making Indonesia 4.0 pun terus diukur melalui Indonesia Industry 4.0 Readiness Index (INDI 4.0), yang menilai lima pilar utama yakni manajemen dan organisasi, sumber daya manusia dan budaya, produk dan layanan, teknologi dan operasional pabrik.
Baca juga: Wamentan Tinjau Pabrik Pupuk Kaltim, Pastikan Stok Pupuk Subsidi Aman saat Musim Tanam Kedua
Per tahun 2019, terdapat 323 perusahaan yang berpartisipasi dalam penilaian INDI 4.0 dan 39 diantaranya berasal dari industri Mamin.
"Pada 2019, industri mamin mencapai 62 persen dari total skala penilaian INDI 4.0. Salah satu tantangan terbesarnya, yang jika berhasil diatasi akan mendongkrak hasil yang lebih baik, adalah ketersediaan penyedia teknologi yang dapat mendukung operasional industri dalam mengimplementasikan Industri 4.0," tutur Adhi.
Sebagian besar pelaku bisnis belum bisa sepenuhnya menerapkan praktek Industri 4.0.
Menurut Adhi, penyebab utamanya adalah keterbatasan teknologi yang tersedia saat ini, baik untuk perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software).
"Kurangnya penyedia teknologi yang andal di Indonesia membuat perusahaan harus menunggu lebih lama untuk mendapatkan teknologi yang dibutuhkan dan ini bisa mengakibatkan hilangnya peluang secara signifikan," ungkap Adhi.
Adhi menambahkan, membuka akses terhadap penyedia teknologi dari negara-negara lain seperti Singapura, Selandia Baru, Taiwan, Jepang dan seterusnya akan sangat bermanfaat dalam mempercepat praktik Industri 4.0 bagi sektor Mamin.
Baca juga: Grab Bentuk Dana Abadi Rp4 Triliun, Jangka Pendek Digunakan Untuk Ikut Tangani Pandemi COVID-19
Ambil contoh Selandia Baru, negara ini telah banyak memanfaatkan perpaduan teknologi yang menggabungkan aspek fisik, digital dan cyber-physical pada industri mereka.
Badan penggerak inovasi Selandia Baru membuka peluang bagi para pelaku bisnis untuk memanfaatkan teknologi pintar (smart technology), dengan menawarkan beragam layanan "starter pack" untuk membantu menerapkan teknologi-teknologi baru tersebut, serta memahami berbagai manfaat yang bisa didapatkan.
Beberapa layanan yang ditawarkan seperti riset dan pengembangan (R&D) manufaktur, pelatihan lean manufacturing, pencetakan 3D dan penggunaan robot industri.
Penerapan Industri 4.0 tersebut memungkinkan sebuah negara untuk memaksimalkan sumber daya yang terbatas guna memenuhi volume produksi optimal, efisiensi dan praktik yang aman.
Teknologi Industri 4.0 pada umumnya mengedepankan otomatisasi dan integrasi teknologi informasi, setiap bagian berintegrasi dengan bagian lainnya, memungkinkan sebuah proses pengambilan keputusan yang lebih baik, memitigasi risiko dan mencapai hasil yang ditargetkan seperti efisiensi, keamanan dan konsistensi.
Satu pilar Industri 4.0 yang tak kalah penting adalah operasional pabrik, yang dapat secara langsung menunjang keseluruhan sistem.
Sebagai contoh, Industri 4.0 memungkinkan pabrik untuk melakukan pemeliharaan preventif guna mengurangi risiko downtime.
Baca juga: Dihipnotis Uya Kuya, Kebohongan Roger Danuarta Terungkap, Cut Meyrizka Syok
Konektivitas data akan membantu mengidentifikasi kondisi dari setiap suku cadang, sehingga dapat diperbaiki atau diganti sebelum terjadi gangguan atau kerusakan.
Dengan berbagai praktik baru yang muncul akibat pandemi Covid-19, operasional yang lebih aman menjadi semakin penting dan diperkirakan akan terus berlaku ke depannya.
Teknologi Industri 4.0 menghadirkan lebih banyak Human Machine Interface (HMI), yang memungkinkan satu orang operator dapat mengoperasikan beberapa mesin.
Teknologi tidak hanya dapat memaksimalkan peran manusia, tetapi juga memungkinkan perusahaan untuk mengelola risiko di lapangan.
"Selain kontak manusia, HMI juga dapat membantu mengurangi kontak "human-to-product", sehingga menghindari kontaminasi, serta menjamin keamanan pangan dan kualitas yang lebih baik," imbuhnya.
Pengelolaan risiko, prakiraan bisnis, pemangkasan biaya yang tidak perlu dan clean operation sudah menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi para pelaku bisnis di Indonesia, untuk meningkatkan kinerja industri guna mencapai daya saing global, baik dari segi harga maupun kualitas.
Beberapa tantangan yang masih perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan Industri 4.0 adalah kesiapan sumber daya manusia untuk menghadapi evolusi industri ini, disamping tantangan teknis lainnya seperti keamanan siber (cyber security), infrastruktur internet, pasokan listrik di daerah terpencil dan perbaikan pada ekosistem inovasi.
"Tujuan akhir dari optimalisasi praktik Industri 4.0 bagi industri mamin adalah menjadikannya sebagai industri unggulan, dalam menghadirkan produk-produk terjangkau dengan kualitas yang lebih baik bagi masyarakat Indonesia dan mencapai daya saing global," ucap Adhi.