Indonesia Masih Resesi, Pertumbuhan Ekonomi Minus 0,74 Persen Pada Kuartal I 2021
BPS melaporkan pertumbuhan ekonomi RI yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB) terkontraksi minus 0,74 persen di kuartal I 2021
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi RI yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB) terkontraksi minus 0,74 persen di kuartal I 2021 (year on year/yoy).
Kepala BPS Suhariyanto menerangkan meski terkontraksi secara tahunan, pergerakan ekonomi mengalami perbaikan dibandingkan pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2020 yakni minus 2,19 persen yoy.
"Perbaikan ini terlihat dari triwulan II 2020 kita terkontraksi sangat dalam 5,32 persen, kemudian triwulan III 2020 kita masih terkontraksi lagi 3,49 persen. Dan di triwulan I 2021 ini kontraksi kita hanya 0,74 persen," tutur Suhariyanto dalam paparannya, Rabu (5/5/2021).
Menurutnya, indikator ini menunjukkan tanda-tanda pemulihan ekonomi RI akan semakin nyata.
"Kami berharap ke depan pemulihan ekonomi yang ditargetkan 2021 betul-betul bisa terwujud," ujarnya.
Suhariyanto menerangkan sebanyak 64,56 persen PDB triwulan I 2021 berasal dari lima sektor industri, pertanian, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan.
"Terutamanya pertanian dan industri yang memiliki banyak pekerja serta memberi kontribusi besar terhadap PDB," imbuhnya.
Sementara pertumbuhan ekonomi RI triwulan I 2021 secara kuartalan (Q to Q) tercatat minus 0,96 persen dibandingkan posisi triwulan IV 2020.
Baca juga: Resesi Berlanjut, Ekonomi RI Kuartal I 2021 Minus 0,74 Persen
Capaian ini sekaligus membuat ekonomi RI masih mengalami resesi karena belum mampu tumbuh positif seperti sebelum Covid-19.
“Apa yang kita capai di triwulan I 2021 ini menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan," kata Suhariyanto.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat konsumsi pemerintah secara year-on-year hanya tumbuh sebesar 2,96 persen di triwulan I 2021.
Suhariyanto menyampaikan pertumbuhan terjadi karena peningkatan realisasi belanja barang dan jasa serta belanja bantuan sosial (APBN).
Menurutnya, realisasi belanja barang pada periode kuartal pertama tahun ini sebesar 40,51 persen dan jasa sebesar 16,52 persen sedangkan belanja pegawai mengalami kontraksi 2,01 persen.
Baca juga: Ekonom: Penanggulangan Pandemi Jalan Indonesia Keluar dari Risiko Resesi Ekonomi
"Ini berlaku untuk semua komponen barang dan jasa kecuali belanja perjalanan dinas akibat adanya kebijakan pembatasan," kata Suhariyanto.
Pria yang akrab disapa Kecuk ini menjelaskan, kenaikan belanja barang dan jasa baik pada pengeluaran konsumsi kolektif maupun individu lebih banyak terjadi di belanja non operasional.
"Belanja non operasional itu khususnya untuk penanganan pandemi Covid-19 seperti pengadaan obat-obatan dan vaksin," kata Suhariyanto.
Dia menekankan satu hal yang membuat konsumsi pemerintah tidak optimal disebabkan realisasi APBD yang berjalan lambat.
Pihaknya berharap pemerintah daerah bisa bergerak cepat mencairkan dana bantuan sosial.
"Kemarin Bapak Presiden sudah mengingatkan agar daerah dapat segera merealisasikan anggaran-anggaran yang ada. Kalau itu bisa diwujudkan konsumsi pemerintah akan membantu pemulihan ekonomi dengan pertumbuhan yang cukup kuat," ujarnya.
Pengangguran Menurun
Sementara itu angka pengangguran akibat pandemi Covid-19 mengecil menjadi 19.10 juta orang per Februari 2021.
Kecuk menyebut angka ini sudah lebih baik ketimbang posisi Agustus 2020 yakni sebanyak 29,12 juta orang.
"Penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19 turun 10,02 juta orang menjadi 19,10 juta orang pada Februari 2021. Artinya dampaknya sudah tidak sedalam Agustus 2020," kata Kecuk.
Menurutnya, capaian ini menunjukkan perbaikan meski belum sepenuhnya fully recovered.
"Mayoritas angkatan kerja yang masih terdampak pandemi adalah mereka bekerja tetapi mengalami pengurangan jam kerja. Ini tentunya memengaruhi sisi pendapatan," ujarnya.
BPS mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) menurut jenis kelamin pada Februari 2021 didominasi kaum laki-laki sebesar 6,81 persen sementara perempuan 5,41 persen.
TPT perempuan bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu mengalami penurunan lebih cepat daripada laki-laki.
Baca juga: Demokrasi Indonesia di Masa Pandemi dan Resesi: Sorotan dan Harapan di 2021
"Data ini kembali menunjukkan sudah ada perbaikan namun belum sepenuhnya normal," kata dia.
Jumlah pengangguran di perkotaan juga lebih cepat menurun dibandingkan di pedesaan karena faktor ketersediaan lapangan pekerjaan.
Misalnya DKI Jakarta dari bulan Agustus 2020 ke Februari 2021 telah turun 24,4 persen, begitu juga di Banten dan Jawa Barat.
"Di Bali yang bergantung terhadap pariwisata pertumbuhan TPTnya sangat-sangat lambat. Ini bisa dipahami karena Bali sampai dengan triwulan I 2021 ini masih mengalami kontraksi cukup dalam," kata Kecuk.
Tren Pemulihan
Merespon hasil survei BPS, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan RI Febrio Kacaribu mengatakan kinerja ekonomi pada Triwulan I 2021 mengindikasikan tren pemulihan yang solid pasca pandemi Covid-19.
"Angka penambahan kasus positif Covid-19 harus dijaga terus menurun dan pelaksanaan program PEN terus diperkuat dan semakin terarah untuk mendukung dunia usaha dalam menciptakan lapangan pekerjaan," kata Febrio dalam keteranganya.
Menurut dia, kewaspadaan dan langkah antisipatif harus tetap dijaga mengingat pandemi belum sepenuhnya usai.
Kasus yang terjadi di India yang mencatat rekor tertinggi hingga mencapai 400 ribu kasus per hari harus menjadi pelajaran berharga.
Upaya pembukaan aktivitas ekonomi perlu dilaksanakan secara lebih hati-hati dan memperhatikan disiplin terhadap protokol kesehatan.
“Sejalan dengan itu, Pemerintah secara konsisten terus memperkuat langkah pemulihan ekonomi melalui faktor yang menjadi game changer melalui penanganan pandemi, dukungan kepada sektor riil, dan kebijakan reformasi struktural. Langkah penanganan di bidang kesehatan tetap menjadi prioritas utama untuk mengatasi sumber guncangan”, ujar Febrio.
Hal ini mencakup program vaksinasi gratis bagi sekitar 181,5 juta orang yang diharapkan mampu mencapai herd immunity pada awal 2022. Febrio menekankan program PEN secara konsisten akan dapat mengakselerasi pemulihan ekonomi.
Catatannya, hingga 30 April 2021, program PEN sudah terealisasi sebesar Rp155,63 T atau 22,3 persen dari pagu anggaran PEN 2021, mencakup program perlindungan sosial sebesar Rp49,07 T atau sekitar 32,7 persen dari pagu.
Sementara itu, dukungan kepada UMKM dan korporasi serta insentif usaha masing-masing telah terealisasi sebesar Rp40,23 T (20,8 persen dari pagu) dan Rp26,20 T (46,2 persen dari pagu).
Ke depan, penyaluran PEN akan terus dipercepat guna mendorong kinerja perekonomian kembali ke zona positif.
"Kebijakan reformasi struktural yang telah dimulai dengan implementasi Undang-undang Cipta Kerja dan pembentukan Indonesia Investment Authority (INA) terus dioptimalkan," ucapnya.
Hal ini bertujuan untuk mempercepat pembukaan lapangan kerja berkualitas, pemberdayaan UMKM, serta reformasi birokrasi untuk kemudahan berusaha.
Pemerintah meyakini bahwa kinerja pertumbuhan ekonomi diprediksi akan kembali pada zona pertumbuhan positif sejak triwulan II 2021.
"Proses pemulihan dan normalisasi ekonomi yang terus berlangsung akan mendukung kinerja ekonomi Indonesia di tahun 2021 yang diprediksi berada pada rentang 4,5 – 5,3 persen," kata Febrio. (Tribun Network/nas/wly)