Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Menkeu Sri Mulyani Beberkan Perbedaan Tax Amnesty Jilid II dengan Tahun 2016 Lalu

Menkeu menyampaikan pengampunan pajak yang diagendakan oleh pemerintah bukan seperti tax amnesty pada tahun 2016 lalu.bedanya dimana?

Editor: Sanusi
zoom-in Menkeu Sri Mulyani Beberkan Perbedaan Tax Amnesty Jilid II dengan Tahun 2016 Lalu
Bambang Ismoyo/Triunnews.com
Menkeu Sri Mulyani menyampaikan pengampunan pajak yang diagendakan oleh pemerintah bukan seperti tax amnesty pada tahun 2016 lalu. Namun sama-sama merupakan pengampunan pajak. Sri Mulyani bilang berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, pemerintah akan meningkatkan kepatuhan para wajib pajak. 

"Tax amnesty jilid I bagaimana kabarnya?" tanya Anis, ketika dihubungi Tribunnews.com, Minggu (23/5/2021).

Anis menjelaskan ketika kebijakan tax amnesty ini dirancang, Pemerintah memiliki tiga sasaran utama. Pertama, kebijakan ini dapat menambah pendapatan perpajakan di Indonesia sehingga dapat sedikit menutup defisit anggaran.

Baca juga: Pemerintah Kembali Gulirkan Tax Amnesty, Misbakhun : Sri Mulyani Tak Bisa Diharapkan Lagi

Kedua, kebijakan ini dapat menarik dana dari luar negeri. Dan ketiga, kebijakan ini diharapkan dapat memperluas basis perpajakan di Indonesia yang pada akhirnya dapat meningkatkan tax ratio Indonesia.

Terkait dengan sasaran pertama, Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini mengatakan Pemerintah menargetkan tambahan pendapatan pajak sebesar Rp165 triliun dari kebijakan ini. Bahkan, pada awalnya angka Rp165 triliun merupakan tambahan pendapatan perpajakan untuk tahun 2016.

Akan tetapi, target tersebut dijadikan target selama program pengampunan pajak berjalan. Angka terakhir menunjukkan bahwa jumlah uang tebusan yang masuk hanya sebesar Rp 135 Triliun atau sebesar 81% dari target yang sudah dicanangkan.

“Melesetnya target tersebut tentu berimplikasi ke APBN yang sedang berjalan. Apabila angka tersebut sudah dimasukkan sebagai target pendapatan, maka ketika tidak tercapai, kekurangan sebesar Rp 30 triliun harus ditambal, baik melalui penambahan defisit (utang) maupun mengurangi pos belanja,” kata Anis.

Baca juga: Tax Amnesty Kedua Diyakini Bakal Punya Efek Ganda ke Pemulihan Ekonomi RI

Mengenai sasaran kedua, Anis mengingatkan bahwa pada berbagai kesempatan, Pemerintah selalu menyatakan bahwa kebijakan pengampunan pajak ini penting untuk menarik dana-dana orang Indonesia yang disimpan di luar negeri.

Berita Rekomendasi

Pada awalnya Pemerintah menyatakan bahwa terdapat Rp11.000 triliun dana yang tersimpan di luar negeri. Angka ini diturunkan, sehingga mendekati perkiraan illicit fund Indonesia yang dihitung oleh World Bank, yaitu sebesar Rp4.000 Triliun.

Data terakhir menunjukkan bahwa dana repatriasi hanya mencapai Rp147 triliun, atau hanya sekitar 4 persen dari potensi yang ada. Rendahnya dana repatriasi disebabkan oleh sejumlah hal. Pertama, waktu yang diperlukan untuk mencairkan aset yang berbentuk fisik. Kedua, tarif repatriasi dan deklarasi luar negeri hanya selisih 1-2 persen.

“Hal tersebut menjadi insentif seseorang untuk sekedar mendeklarasikan asetnya di luar negeri, tanpa perlu membawa dana tersebut kembali ke Indonesia,” papar Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI itu.

Tentang sasaran ketiga yaitu basis pajak, Anis menyatakan bahwa parameter ketiga ini pada dasarnya belum dapat dibuktikan, karena kita harus melihat tax ratio Indonesia pada tahun 2017 untuk melihat seberapa besar dampaknya.

"Akan tetapi perlu diingat, sejumlah penelitian empiris menunjukkan bahwa kebijakan tax amnesty tidak akan berpengaruh besar terhadap tax ratio,” ujarnya mengingatkan.

Politikus senior PKS ini kembali mengingatkan agar Pemerintah mempertimbangkan respon wajib pajak. Salah satu respon yang akan muncul adalah pembayar pajak yang patuh (honest tax payer) akan kecewa karena mereka tidak diuntungkan dari kebijakan ini, sehingga pada akhirnya menurunkan tingkat kepatuhan pajak di masa yang akan datang.

Selain kecewa, pembayar pajak yang jujur juga takut bahwa pendapatan negara yang hilang akibat tax amnesty akan menjadi beban pajak untuk mereka di masa yang akan datang.

"Hal ini bisa mendorong para pembayar pajak yang jujur untuk ikut melakukan pengemplangan. Dari sini kita dapat melihat bahwa sekarang justru bukan saat yang tepat untuk melakukan tax amnesty,” tegas Anis.

“Jangan sampai adanya TA jilid II ini membuat rakyat kembali tercederai rasa keadilannya. Sebagaimana pernah terjadi pada mayoritas masyarakat yang patuh membayar pajak, yang seolah diabaikan dengan kebijakan Tax Amnesty di tahun 2016 lalu,” pungkasnya.

sebagian artikel ini sudah tayang di KONTAN, dengan judul: Sri Mulyani sebut tax amnesty jilid II berbeda dengan tahun 2016 lalu

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas