KKP Siapkan Aturan Baru Pengurusan Izin Kabel Bawah Laut
Kementerian Kelautan dan Perikanan tengah menyiapkan proses bisnis baru untuk pengurusan izin Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL).
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah menyiapkan proses bisnis (probis) baru untuk pengurusan izin Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL).
Direktur Perencanaan Ruang Laut Ditjen Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP, Suharyanto menerangkan, penerbitan Probis baru ini dilakukan pasca penetapan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 14 Tahun 2021.
Aturan itu mengatur Alur Pipa dan/atau Kabel Bawah Laut pada 18 Februari 2021 dan sosialisasi tahap awal yang telah dilaksanakan pada tanggal 22 Maret 2021.
Terdapat tiga tahapan dalam diagram Probis sesuai skema yang sedang disiapkan KKP.
"Meliputi pendaftaran, penilaian persyaratan, dan penerbitan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dan Perizinan Berusaha," ujar Suharyanto.
Baca juga: Pemerintah Siapkan Strategi Baru Benahi Semrawutnya Kabel Laut di Indonesia
Disampaikan Suharyanto dalam program dialog Bincang Bahari KKP berjudul Menjaga Kedaulatan Digital di Laut yang digelar virtual, Kamis (12/8/2021).
Baca juga: Regulasi Kabel dan Pipa Bawah Laut untuk Cegah Konflik Pemanfaatan Ruang
Dengan skema tersebut, ucap dia, proses perizinan diyakini menjadi lebih cepat dari yang sebelumnya, karena penilaian persyaratan perizinan dilakukan oleh Tim Nasional Penataan Alur Pipa dan/atau Kabel Bawah Laut.
"Sementara untuk rute penggelaran dan landing station/beach manhole telah ditentukan dalam Kepmen KP 14/2021," kata Suharyanto.
Waktu yang dibutuhkan proses perizinan penyelenggaraan kabel dan pipa bawah laut, paling lama sekitar 30 hari, jauh lebih singkat dari Probis sebelumnya yang lebih dari seratus hari. Waktu ini belum termasuk Persetujuan Lingkungan.
"Probis ini kita akan mencoba bagaimana agar penyelenggaraan kabel laut ini bisa berjalan secara efisien. Karena tujuan utamanya proses perizinan ini tidak bertele-tele dan menghambat."
"Jadi sebenarnya sudah berjalan, tapi perlu proses legal formal. Pada proses OSS RBA sudah ditanam ini," ujar Suharyanto.
Sementara Asisten Deputi Pengelolaan Ruang Laut dan Pesisir, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim, Kemenkomarves, Rasman Manafi menilai Probis memang harus ditetapkan sebab menjadi pegangan bagi pelaku usaha dalam berinvestasi.
"Probis ini agar kita bisa mendorong investasi yang kondusif buat negara kita. Kita juga harus bisa memberikan jaminan kepastian proses dalam pengurusan perizinan ini," ucap Rasman.
Sesuai Permen KP Nomor 14 Tahun 2021 terdapat 217 alur untuk kabel bawah laut, 43 alur pipa, 209 beach main hole, serta empat lokasi landing station yaitu Batam, Kupang, Manado, dan Jayapura.
Berdasarkan hasil pemetaan Pushidrosal yang juga menjadi bagian dalam Tim Nasional Penataan Alur Pipa dan Kabel Bawah Laut dari 43 alur pipa yang ada, masih ada 12 alur yang belum termanfaatkan.
Kemudian dari 1.608 pipa yang tergelar di ruang laut, sebanyak 236 di antaranya masih di luar alur. Sedangkan untuk kabel bawah laut, dari 217 alur yang ada, 55 alur belum dimanfaatkan. Dari 327 kabel yang tergelar, 145 di antaranya ada di luar alur, dengan rincian 134 kabel aktif sisanya tidak aktif.
"Di barat ini luar biasanya ramenya kemana-mana kabel ini. Sehingga tidak aneh kalau misalnya sering terdengar berita bahwa ada kabel putus di Selat Singapura atau sebagainya. Bahkan ada kabel yang tidak terpakai tapi masih ada di situ (di ruang laut)," ucap Asisten Operasi Survei dan Pemetaan Pushidros TNI AL, Laksamana Pertama Dyan Primana.
Direktur Telekomunikasi, Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Kominfo, Aju Widya Sari menjelaskan terdapat dua jenis Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) yakni domestik dan internasional.
Berdasarkan data Kementerian Kominfo, panjang keseluruhan SKKL di wilayah ZEE jumlahnya lebih dari 55.000 kilometer.
Untuk SKKL internasional, Aju menjelaskan, salah satu ketentuan kerja samanya adalah penyelenggara jaringan tetap tertutup SKKL yang telah beroperasi minimal 5 tahun dan komitmen pembangunannya telah mencapai 100%.
Kemudian penyelenggara harus mengikuti koridor alur kabel bawah laut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta mengikuti aturan penggelaran SKKL sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Aju menilai SKKL cukup strategis sebagai media pengantar trafik telekomunikasi.
"Ada juga yang didukung oleh komunikasi satelit, tapi selain investasinya tinggi, bandwith yang dibawa juga terbatas dibanding dengan sistem serat optik. Makanya kabel laut ini media yang diandalkan," ungkapnya.
Sementara itu dari Asosiasi Sistem Kabel Laut Seluruh Indonesia (Askalsi) menyambut baik upaya pemerintah dalam menata kabel di bawah laut.
Ketua Umum Askalsi Lukman Hakim menerangkan Askalsi mengharapkan pemerintah menyediakan perizinan satu pintu dalam pengurusan izin penggelaran kabel laut di Indonesia dengan proses yang lebih sederhana dan waktu yang lebih cepat.
Kemudian Askalsi juga mengapresiasi pemerintah dalam membuat regulasi yang lebih jelas dan kuat untuk mengatur SKKL asing dengan mengamankan kepentingan NKRI baik dari aspek politik, ekonomi maupun pertahanan keamanan.
"Kami mendorong semua pihak untuk bekerja sama dengan dalam menjaga keseimbangan kebutuhan kerja sama dengan asing, dalam rangka pemenuhan bandwitdh tujuan utama adalah menjaga kepentingan NKRI, termasuk di dalamnya pertumbuhan industri SKKL dalam negeri yang sehat," ujar Lukman.
Dukungan juga datang dari Direktur Utama PT. Telin, Budi Satria Purba atas upaya pemerintah menata kabel di ruang laut Indonesia, termasuk dalam mengatur SKKL internasional.
Menurutnya langkah tersebut bentuk konvergensi pengaturan oleh pemerintah terkait pemanfaatan ruang laut untuk pemerataan pembangunan telekomunikasi di Indonesia.
Telin katanya juga akan berkerjasama dengan seluruh stakeholder untuk melaksanakan kepentingan pemerintah dan ikut serta menjaga kedaulatan digital di Indonesia.
"Kami sangat memahami ide dasar dari kedua keputusan tadi (Kepmen KP 14/2021 & PP 5/2021), dimana pemerintah berkeinginan untuk meletakkan hak-haknya untuk menjamin keamanan dan pertahanan nasional, dan juga menjamin hak-haknya terdapat pendapatan negara," kata Budi.
Aturan tersebut dinilainya, melindungi pelaku usaha di Indonesia, khususnya untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat, serta mendorong para operator domestik dan internasional untuk bersama-sama memenuhi kewajibannya secara wajar dan setara.