Pemerintah Tagih Utang BLBI, Pengamat: Ada Tendensi Politisasi
Pengamat:Cara ini menunjukkan adanya tendensi politisasi dengan memanfaatkan sentimen negatif terhadap keluarga cendana untuk tujuan pencitraan
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat ekonomi Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Kusfiardi menyoroti sikap pemerintah dalam penagihan utang obligor dan debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp 110 triliun.
Menurutnya, jika pemerintah melalui Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI serius ingin mengembalikan kerugian negara, maka tidak hanya fokus ke arah beberapa orang saja.
Baca juga: Mahfud MD: Hubungan Debitur dan Obligor Dana BLBI dengan Negara Adalah Perdata
Di antaranya yakni mengumumkan pemanggilan kepada Tommy Soeharto untuk memberikan penekanan khusus, padahal ada total 48 obligor dan debitur secara keseluruhan.
"Cara ini menunjukkan adanya tendensi politisasi dengan memanfaatkan sentimen negatif terhadap keluarga cendana untuk tujuan pencitraan," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews, Jumat (27/8/2021).
Baca juga: KPK Usul Dilibatkan dalam Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI
Karena itu, dia menilai penanganan tagihan utang BLBI melalui Satgas harus dikembalikan murni pada prinsip penegakan hukum.
Kusfiardi menjelaskan, Satgas harus menggunakan dokumen dengan kekuatan hukum yang ada sebelumnya, di antaranya audit investigatif BPK terhadap kasus BLBI.
"Lalu, dokumen lain seperti putusan pengadilan dan fakta hukum lainnya yang relevan," katanya.
Kemudian dengan basis itu, pemerintah bisa mempertimbangkan sejauh mana upaya membuka proses kerja penanganan kasus tersebut ke publik.
Pertimbangannya tentu untuk penyelesaian kasus hukum karena jika hanya membuka informasi pemanggilan dan pemeriksaan ke publik malah menghambat proses.
Dia menambahkan, langkah mengumumkan beberapa nama saja harusnya tidak perlu dilakukan hanya demi supaya publik bisa mengkonfirmasi kerja pemerintah.
"Nanti melalui proses di pengadilan yang terbuka buat umum, itu tentu jauh lebih baik. Cara pengumuman tertentu seperti ini, jangan-jangan disengaja agar proses hukum terhadap 48 obligor BLBI tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya," pungkas Kusfiardi.