Potensi Kerugian Akibat Kasus Stunting di Indonesia Mencapai Rp 463 Triliun
Potensi kerugian negara efek dari permasalahan stunting berdampak 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri mengungkapkan, permasalahan stunting hingga gizi buruk merupakan hal yang sangat serius.
Plt Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Sugeng haryono menyebutkan, potensi kerugian negara efek dari permasalahan stunting berdampak 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Sehingga, angka kerugian diperkirakan dapat mencapai Rp463 triliun.
Sebagai informasi, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang.
Dimana, hal tersebut ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintah di bidang kesehatan.
“Berdasarkan data World Bank, stunting menimbulkan kerugian ekonomi negara sebesar 2 hingga 3 persen dari produk domestik bruto atau PDB,” ucap Sugeng dalam Forum Stunting Nasional 2021, Selasa (14/12/2021).
Baca juga: Wapres: Stunting dan Gizi Buruk Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan PDB Sebuah Negara
“PDB negara kita Rp15.434 triliun pada tahun 2020. Maka artinya, kerugian akibat stunting diperkirakan sebesar Rp308 triliun hingga Rp463 triliun,” lanjutnya.
Sugeng kembali menjabarkan, angka prevalensi stunting di Indonesia sebesar 27,7 persen.
Dari angka tersebut masih diperlukan upaya dari berbagai Kementerian dan Lembaga melalui intervensi gizi spesifik maupun intervensi gizi sensitif.
Sehingga diharapkan, upaya tersebut dapat menurunkan stunting sebesar 3 persen per tahun, atau menjadi 14 persen pada tahun 2024.
Pemerintah melalui Presiden Joko Widodo telah mengarahkan untuk dapat menekan angka prevalensi stunting di Indonesia.
Pertama yakni, fokus penurunan stunting di 10 provinsi yang memiliki prevalensi stunting tertinggi.
Di antaranya Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Aceh, Kalimantan Tengah, Kalimantan selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah.
Baca juga: Maruf Amin Sebut Prevalensi Stunting di Indonesia Masih Berkisar 27 Persen
Kedua, memberikan akses pelayanan kesehatan bagi Ibu hamil maupun balita di Puskesmas dan Posyandu dipastikan berlangsung.
Ketiga, peningkatan upaya promotif, edukasi dan sosialisasi bagi Ibu-Ibu hamil serta pada keluarga harus terus digencarkan sehingga meningkatkan pemahaman untuk pencegahan stunting.
Keempat, upaya penurunan stunting berkaitan dengan program perlindungan sosial, terutama Program Keluarga Harapan (PKH), hingga pembangunan infrastruktur dasar yang menjangkau keluarga-keluarga yang tidak mampu.
“Upaya pencegahan stunting perlu dilakukan sedini mungkin untuk membebaskan setiap anak Indonesia dari risiko terhambatnya perkembangan otak yang menyebabkan tingkat kecerdasan anak tidak maksimal,” pungkas Sugeng.