Industri Lokal Butuh Dukungan Serius untuk Ikut Berkiprah di Sektor Penunjang Hulu Migas
Pemerintah diminta serius mendukung program penggunaan produk dalam negeri demi mendorong mendukung sektor hulu migas.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diminta serius mendukung program penggunaan produk dalam negeri (Progunadi) dan program subtitusi impor (prosusi) demi mendorong kemandirian industri dalam negeri untuk mendukung sektor hulu migas.
Demikian seruan perwira Pertamina Hulu Mahakam Irawan Josodipuro, peraih anugerah tanda kehormatan Satyalancana Wira Karya dari Presiden Joko Widodo, kepada wartawan di Jakarta.
Irawan Josodipuro bercerita, PT Pertamina Hulu Mahakam melakukan program penilaian terhadap kualitas produk penunjang hulu migas untuk bisa dipakai di Blok Mahakam.
“Kita undang semua pabrikan lokal,misalnya pabrikan valve, kemudian kita tawarkan program sebagai penilaian dan pembinaan," ucapnya, Rabu (22/12/2021).
Irawan berujar, hal tersebut termasuk pengujian kualifikasinya. Ia melihat ada satu pabrikan dari Cikande, Banten, yakni Teknologi Rekayasa Katup (TRK).
Baca juga: Permintaan Melonjak, Surveyor Indonesia Perkuat Kompetensi Verifikator TKDN Hulu Migas
"Dia ini pabrikan yang selalu responsif dan semangat mengikuti arahan Pertamina Hulu Mahakam (PHM),” tutur Irawan.
PHM, lanjut Irawan, menilai produksi pabrikan secara komprehensif. Dari keseluruhan proses engineering, proses pemilihan material, examination, machining, overlay, assembling, proses testing dilakukan oleh PHM untuk menyeleksi pabrikan.
Baca juga: Transisi Energi, Perusahaan Migas Kejar Target Produksi Sekaligus Tekan Emisi Karbon
“Kita juga melihat dari sisi human resources-nya sampai di mana kompetensinya, Termasuk kita melihat dari fasilitas manufacturing sudah bagaimana,lengkap atau tidak. Jadi,ini memang suatu metode yang kita (PHM) bentuk untuk menyeleksi pabrikan,” tuturnya.
Baca juga: Cadangan Migas Ditemukan di Natuna Timur, Tepat di Perbatasan Indonesia-Vietnam
Irawan memaparkan, dari proses rekayasa teknik barulah bisa dibentuk produk-produk yang sesuai dengan keselamatan migas dan memenuhi kebutuhan operasi migas. Menurutnya, tidak boleh ada satu kegagalan dari produk. Demikian juga operasi. Di migas itu operasi bervariasi.
"Ada beroperasi di temperature yang sangat tinggi, ada juga fluidanya itu mengandung pasir, ada juga yang sour service. Nah dari sana kita memerlukan metode penilaian dan pembinaan, dimana pabrikan tersebut bertahap memenuhi semua requirement tersebut,” ucap Irawan.
Metode yang diciptakan oleh PHM itu, papar Irawan, merupakan metode internasional. Dibentuk berdasarkan pengalaman dan melakukan riset. PHM menerbitkan suatu metode yakni MHK System PP0142 dan PP0154. Metode tersebut, lanjut dia, sudah dipublikasikan di jurnal American Society of Mechanical Engineer (ASME) dengan nomer 2020_21835.
“Keseluruhan proses kita (PHM) lakukan memang sudah teruji.terukur dan terarah. Memang semua requirement Mahakam itu mengadopsi dari operator lama (Total Indonesie). Tapi tentu saja kita melakukan penyempurnaan-penyempurnaan menyesuaikan kondisi blok operasi kita, di blok Mahakam,” imbuh Irawan.
Baca juga: Revisi Undang-Undang Cipta Kerja Dinilai Tak Berpengaruh ke Investasi Hulu Migas
Secara general, lanjut Irawan, penyempurnaan-penyempurnaan ini dengan tetap mengacu ke international code and standard. Akibatnya, pabrikan yang dibina PHM akan mengikuti standard international, dimana secara otomatis sudah memiliki kemampuan mengikuti standard keselamatan migas di dalam negeri.
Baca juga: Genjot TKDN Hilir Migas Perlu Peran Aktif Berbagai Pihak
Demikian juga nantinya pabrikan akan mempunyai suatu fondasi menuju ke arah ekspor produknya. PHM, lanjut dia, melihat suatu pabrikan bukan dari sisi kemampuan teknis, tapi juga dari sumber daya manusianya.
"Ada berapa jumlahnya, kemudian dari pembagian organisasi mereka berapa orang yang di engineering, berapa orang yang di assembling, berapa orang yang di production. Karena itu menyangkut dari sisi kapasitas. Kita tidak mau kalau pabrikan itu orangnya cuma sedikit. Kita mempertanyakan itu ke pabrikan seberapa banyak jumlah orang dengan jumlah produk yang bisa dihasilkan pabrikan itu,” tegas Irawan.