Minyak Goreng Mahal, KPPU Klaim Belum Temukan Praktik Kartel, YLKI Duga Sebaliknya, GIMNI: Itu Asbun
KPPU menyatakan belum menemukan adanya dugaan kartel penyebab naiknya harga minyak goreng yang terjadi belakangan ini.
Editor: Choirul Arifin
“GIMNI melihat bahwa sebutan kartel itu ada bagi mereka yang hanya tahu dan berkecimpung di pasar DN (dalam negeri) saja, dan kurang pengetahuan bahwa minyak sawit itu adalah produk dunia yang punya pangsa pasar terbesar,” katanya kepada Kontan, Minggu (16/1/2022).
Sahat menilai bahwa adanya isu kartel ini tidak ada, karena dalam pengamatan GIMNI sehari-hari dan di lapangan, ia tidak melihat adanya kartel yang memainkan harga migor sehingga harganya melonjak.
Ia bahkan menilai isu ini asal bunyi atau asbun.
“Dari produksi sawit Indonesia yang mencapai 51,16 juta ton itu 65,2% adalah pasar LN (luar negeri). Pemakaian domestik, termasuk biodiesel, hanya 34,8%.
Melihat dominasi pasar ekspor, di mana rumusnya ada kartel? kecuali kita yang memang hobi bikin isu,” ungkap Sahat.
Terlalu Banyak Aturan
KPPU menilai regulasi pemerintah saat ini belum mendorong adanya pertumbuhan industri minyak goreng dengan banyaknya aturan yang membatasi dan mengurangi persaingan usaha.
Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 21/Permentan/KB.410/6/2017 mewajibkan industri pengolahan hasil perkebunan (termasuk minyak goreng) yang harus memenuhi sekurang-kurangnya 20% dari keseluruhan bahan baku yang dibutuhkan berasal dari kebun yang diusahakan sendiri.
"KPPU sendiri telah mengirimkan surat saran pertimbangan agar kebijakan ini dicabut karena akan mengurangi persaingan," ucap Mulyawan.
Kemudian, Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 46 Tahun 2019 tentang pemberlakuan standar nasional Indonesia minyak goreng sawit secara wajib.
Aturan tersebut mewajibkan SNI dan kandungan vitamin A dalam minyak goreng.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan, pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPBD KS) sudah menyiapkan dana sebesar Rp 7,6 triliun yang akan digunakan untuk membiayai penyediaan minyak goreng kemasan bagi masyarakat, sebesar 250 juta liter per bulannya, atau setara 1,5 miliar liter per bulannya.
"Saya juga menghimbau kepada masyarakat untuk tidak perlu panic buying atau membeli secara berlebihan, karena pemerintah sudah menjamin bahwa pasokan dan stok minyak goreng Rp 14.000 per liter sudah pasti dapat mencukupi kebutuhan masyarakat, pemerintah" terang Lutfi.
Mendag menegaskan bagi semua pihak yang melakukan kecurangan atau penyelewengan minyak goreng murah akan dibawa ke meja hijau.