Harga Minyak Goreng Kembali Mahal Pasokan Langsung Melimpah, Apa Kata YLKI dan Ekonom?
Berbulan-bulan masyarakat kesulitan mendapatkan harga minyak goreng, kini kembali bisa mendapatkannya dengan mudah.
Editor: Hendra Gunawan
HET minyak goreng yang berlaku sebelumnya mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 06 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.
Regulasi tersebut terbit menyusul adanya kenaikan harga minyak goreng sejak akhir tahun 2021.
Kala itu harga minyak goreng kemasan bermerek sempat merangkak ke angka Rp 24.000 per liter.
Hanya saja, ketika harga minyak goreng di pasaran sudah turun, keberadaan barang tersebut justru secara misterius lenyap.
Minyak goreng seharga Rp 11.500 hingga Rp 14.000 per liter di toko ritel, supermarket, pasar tradisional menjadi langka dan selalu cepat habis jika sewaktu-waktu ada pasokan datang.
Kini, untuk mengatasi masalah kelangkaan minyak goreng yang terjadi, Pemerintah mencabut ketentuan mengenai HET yang sebelumnya berlaku.
Hal ini dipastikan oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai mengikuti Rapat Terbatas (Ratas) yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Selasa (15/03/2022) sore, di Istana Merdeka, Jakarta.
Pernyataan YLKI
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi meminta pemerintah untuk memperketat pengawasan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng non premium seharga Rp 14.000.
Tulus melihat kebijakan terbaru pemerintah terhadap minyak goreng secara umum lebih ramah pasar, dan diharapkan hal ini bisa menjadi upaya untuk memperbaiki distribusi dan pasokan minyak goreng (migor) pada masyarakat dengan harga terjangkau.
"Sebab selama ini intervensi pemerintah pada pasar migor, dengan cara melawan pasar terbukti gagal total. Malah menimbulkan kekisruhan di tengah masyarakat," tutur Tulus dalam keterangannya.
Namun dari sisi kebijakan publik, ucap Tulus, YLKI sangat menyayangkan, terkait bongkar pasang kebijakan migor. Ia menyebutnya sebagai kebijakan coba-coba. Sehingga konsumen, bahkan operator menjadi korbannya.
"YLKI mendesak pemerintah untuk memperketat pengawasan terkait HET migor non premium dengan harga Rp 14.000. Jangan sampai kelompok konsumen migor premium mengambil hak konsumen menengah bawah dengan membeli, apalagi memborong migor non premium yang harganya jauh lebih murah," ujar Tulus.
Tulus melihat idealnya subsidi minyak goreng sebaiknya bersifat tertutup atau by name by address, sehingga subsidinya tepat sasaran. Sedangkan subsidi terbuka seperti sekarang berpotensi salah sasaran, karena migor murah gampang diborong oleh kelompok masyarakat mampu.