Riset Lokal untuk Rujukan Pembuatan Regulasi Produk Tembakau Alternatif Masih Minim
Pemerintah diminta membuat regulasi produk tembakau alternatif yang terpisah dengan pengaturan berbeda dari rokok.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, mengatakan keberadaan regulasi bagi produk tembakau alternatif akan mendorong pertumbuhan industri sekaligus membuka lapangan kerja baru.
Untuk itu, pemerintah diminta membuat regulasi produk tembakau alternatif yang terpisah dengan pengaturan berbeda dari rokok.
“Dengan sudah banyak beredarnya produk tembakau alternatif di pasaran, sudah saatnya produk-produk tersebut dibuatkan regulasinya tersendiri. Regulasi yang dibedakan dengan rokok akan merangsang UMKM untuk masuk ke dalam industri, disamping menyerap tenaga kerja,” kata Trubus kepada wartawan, Jumat (20/5/2022).
Trubus mengatakan bahwa produk tembakau alternatif sudah banyak dikaji oleh berbagai negara.
“Berdasarkan sejumlah hasil kajian di luar negeri, produk ini mampu mengurangi potensi risiko dibandingkan rokok. Saya juga pernah melakukan penelitian dan memang hasilnya lebih rendah risiko,” ujarnya.
Baca juga: Regulasi Berbeda Diperlukan Demi Hindari Misinformasi Produk Tembakau Alternatif
Pada penelitian yang dipublikasikan Universitas Trisakti pada Januari 2021 lalu, hasilnya menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif mulai digunakan sebagai upaya intervensi dari kebiasaan merokok.
Sebanyak 30 persen responden menyatakan menggunakan produk ini dengan tujuan untuk mengurangi konsumsi rokok. 11 persen responden beralih karena alasan kesehatan dan 9 persen responden mengikuti anjuran ahli kesehatan.
Baca juga: Tingginya Tarif Cukai Produk Tembakau Disebut Berpotensi Rugikan Pemerintah
Dalam penelitian tersebut juga ditemukan hasil bahwa sebesar 80 persen responden menilai promosi produk tembakau alternatif sebagai upaya untuk berhenti merokok harus lebih dimasifkan.
Selain itu, 90 persen responden percaya bahwa produk tembakau aternatif seharusnya tersedia di pasaran sebagai pilihan alternatif bagi perokok.
Baca juga: Pemerintah Diminta Segera Duduk Bersama Pelaku IHT Membuat Road Map Industri Hasil Tembakau
Sayangnya penelitian terhadap produk tembakau alternatif yang dilakukan di dalam negeri ini masih sangat minim.
Padahal, menurut Trubus, penelitian di dalam negeri yang diinisasi oleh pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya bisa menjadi landasan dalam penyusunan regulasi produk tembakau alternatif yang berdasarkan fakta ilmiah.
“Ini karena kurangnya dukungan dan pendanaan yang tidak ada,” ucapnya.
Dalam kesempatan berbeda, Ketua Aliansi Vaper Indonesia (AVI), Johan Sumantri, juga menyuarakan kebutuhan konsumen agar produk tembakau alternatif diatur dalam regulasi khusus yang berbeda dengan aturan rokok.
Alasannya, produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin, memiliki profil risiko yang berbeda dengan rokok. Produk tersebut memiliki risiko yang lebih rendah hingga 90 % -95 % daripada rokok.
“Jika regulasinya sama, tidak tepat. Sedangkan, risiko-risiko itu tidak ditemui dalam penggunaan produk tembakau alternatif dan belum ada kajian yang membuktikan hal tersebut,” katanya.
Johan berharap seluruh pemangku kepentingan, khususnya pemerintah, bisa memahami perbedaaan profil risiko dari produk tembakau alternatif sebelum memutuskan kebijakan yang terkait dengan produk inovasi ini.
Kementerian Kesehatan dan lembaga pemerintahan lainnya diharapkan bisa lebih aktif dan terbuka dalam mengakui hasil penelitian dari dalam dan luar negeri terhadap produk ini.
“Jadi tidak cuma asal bicara bahwa produk ini memiliki risiko yang sama dengan rokok, sedangkan pemerintah tidak memiliki hasil penelitiannya,” kata dia.