Inflasi Juli Diprediksi 0,55 Persen, Komoditas Cabai Merah hingga Bawang Merah Jadi Penyebab Utama
Bank Indonesia (BI) dalam laporannya menyebutkan, inflasi nasional pada Juli 2022 diprediksi 0,55 persen secara bulanan (month to month/mtm).
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) dalam laporannya menyebutkan, inflasi nasional pada Juli 2022 diprediksi 0,55 persen secara bulanan (month to month/mtm).
Prediksi yang dilakukan BI berdasarkan survei pemantauan harga yang dilakukan pada minggu ketiga Juli 2022.
Menurut Bank Sentral, perkembangan harga pada periode tersebut dinilai masih relatif terkendali.
Baca juga: Bank Sentral Jepang Tolak Naikkan Suku Bunga Acuan Meski Inflasi Meningkat 2 Persen
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono mengatakan, penyumbang utama inflasi bulan ini ditempati oleh komoditas cabai merah, bawang merah, hingga angkutan udara.
“Penyumbang utama inflasi Juli 2022 sampai dengan minggu ketiga yaitu komoditas cabai merah sebesar 0,19 persen (mtm), bawang merah sebesar 0,12 persen (mtm), angkutan udara sebesar 0,07 persen (mtm), Bahan Bakar Rumah Tangga sebesar 0,06 persen (mtm), cabai rawit sebesar 0,05 persen (mtm),” jelas Erwin, Jumat (22/7/2022).
“Kemudian untuk tomat dan rokok kretek filter masing-masing sebesar 0,02 persen (mtm), daging ayam ras, mie kering, nasi dengan lauk, air kemasan, dan tarif air minum PAM masing-masing sebesar 0,01 persen (mtm),” sambungnya.
Bank Indonesia juga mencatat sejumlah komoditas yang mengalami deflasi.
Komoditas tersebut seperti minyak goreng sebesar 0,05 persen (mtm), jeruk dan emas perhiasan masing-masing sebesar 0,02 persen (mtm), telur ayam ras, kangkung, bayam, sawi hijau, dan bawang putih masing-masing sebesar 0,01 persen (mtm).
Erwin mengungkapkan, Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait.
Baca juga: Bursa Saham Asia-Pasifik Mayoritas Turun Menyusul Rilisnya Data Inflasi Jepang
Hal tersebut dilakukan untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan eksternal yang meningkat.
"Serta terus mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut," pungkas Erwin.