Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pekan Depan, Laju Rupiah Diprediksi Masih Tertekan di Atas Rp 15.000 Per Dolar AS

Laju nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan pekan depan diprediksi masih akan tertekan sentimen negatif eksternal.

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
zoom-in Pekan Depan, Laju Rupiah Diprediksi Masih Tertekan di Atas Rp 15.000 Per Dolar AS
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Perdagangan Senin depan, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif tapi ditutup melemah di rentang Rp 15.000 sampai Rp 15.030 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Laju nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan pekan depan diprediksi masih akan tertekan sentimen negatif eksternal.

"Perdagangan Senin depan, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif tapi ditutup melemah di rentang Rp 15.000 sampai Rp 15.030," kata Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi yang ditulis Sabtu (23/7/2022).

Menurutnya, bank sentral Amerika Serikat (The Fed) diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada pertemuan kebijakan 26-27 Juli 2022, sehingga hal ini dapat menekan pergerakan rupiah.

Baca juga: Jumat Sore Rupiah Sentuh Level Rp 15.013, Analis: Pekan Depan Masih Berpotensi Melemah

Namun, pelemahan rupiah dinilai dapat tertahan tidak terlalu dalam seiring kondisi ekonomi di dalam negeri lebih baik dari beberapa negara lainnya.

"Bank Indonesia yang mempertahankan suku bunga acuan sebesar 3,5 persen. Maka ini merupakan langkah yang tepat yakni tepat waktu, tepat sasaran dan tepat dosis atau takaran," paparnya.

Ia menilai, inflasi inti yang masih dalam jangkauan BI, cadangan devisa yang kuat dan terjadi surplus neraca dagang secara konsisten didukung harga komoditas ekspor yang tinggi, juga menjadi pertimbangan untuk tidak mengubah orientasi atau stance kebijakan moneternya yang dovish.

BERITA REKOMENDASI

"Kebijakan bank-bank sentral negara lain seperti AS, Korsel, Eropa, Inggris, Australia, Kanada condong hawkish atau ketat, dimana suku bunga acuan dinaikkan mengikuti inflasinya karena spiritnya yang pro stabilitas dan negara-negara tersebut sangat terdampak serta di mungkinkan terkena resesi," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas