Mempercepat Transisi Energi Terbarukan dan Capai Target Net Zero Emission Melalui Program Gerilya
Sekitar 50 orang mahasiswa akan mengikuti program Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya selama kurun waktu 6 bulan courses dan 4 bulan team-based
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekitar 50 orang mahasiswa akan mengikuti program Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya (Gerilya), selama kurun waktu 6 bulan courses dan 4 bulan team-based project.
Gerilya merupakan program apprenticeship dibawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia yang merupakan sebuah studi independen yang ditujukan bagi mahasiswa perguruan tinggi di Indonesia yang telah menyelesaikan minimal semester 6.
Program Manager Gerilya, Khoiria Oktaviani mengungkapkan, program ini merupakan salah satu agenda besar dari Kementerian ESDM untuk generasi muda dalam mengedukasi energi bersih.
"Gerilya adalah program besar yang dilaunching oleh Menteri ESDM dan Mendikbudrsitek dan melibatkan Badan Usaha swasta, akademisi, praktisi, asosiasi, NGO, dan stakeholder energi," kata Khoiria saat Onboarding Program Gerilya Kampus Merdeka Batch II secara virtual belum lama ini.
Gerilya juga menjadi solusi dari Kementerian ESDM mengatasi persoalan kurangnya revenue dari perusahaan-perusahaan engineering, procurement dan construction (EPC) yang bergerak di bidang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Kurangnya revenue dari perusahaan-perusahaan tersebut mengakibatkan laju transisi Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di Indonesia khususnya pada bidang PLTS menjadi lambat.
Alumni Gerilya diharapkan mampu menjadi agen perubahan yang dapat mempercepat transisi energi terbarukan dan mencapai target Net Zero Emission di Indonesia.
Salah satu anggota GoGerilya, Kavlin Rafhel Panjaitan mengatakan, dia termotivasi terjun langsung dalam proyek-proyek PLTS di berbagai wilayah ini didasari karena keresahannya sebagai mahasiswa teknik elektro.
"Masih ada masyarakat di Indonesia yang belum mendapatkan pasokan listrik setiap saat meskipun rasio elektrifikasi Indonesia telah mencapai 99,45 persen di tahun 2021," kata Kavlin.
Kavlin berkesempatan untuk melakukan pemasangan PLTS offgrid pada tanggal 18 Juni - 2 Juli 2022 yang merupakan salah satu program kerja corporate social responsibility (CSR) PT Astra International Tbk di 5 titik yang tersebar di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Baca juga: Kejar Target Bauran EBT 23 Persen, Pemanfaatan PLTS Atap Bisa Jadi Andalan
Kelima titik tersebut tersebar di Kota Mataram (1 titik), Desa Akar-Akar Lombok Utara (2 titik), Kecamatan Bangkaleleng (1 titik), dan Pulau Solor (1 titik).
Selama melakukan perjalanan pemasangan PLTS, ia banyak sekali percakapan yang saya lakukan dengan para warga penerima bantuan PLTS mulai keresahan mereka terkait isu energi di mana sumber energi listrik pada masing-masing daerah memiliki masalahnya tersendiri.
"Namun, dari setiap poin yang masyarakat disampaikan, hal yang menjadi masalah terkait isu energi ini adalah kehandalan energi listrik dalam memenuhi kebutuhan energi pada daerah tersebut,” kata Kavlin.
Kegiatan pemasangan PLTS yang dilakukan oleh Kavlin merupakan salah satu langkah konkret untuk mendukung transisi ke energi baru dan terbarukan (EBT).
Transisi EBT merupakan salah satu fokus dari The B20 Indonesia, khususnya dalam Energy, Sustainability, and Climate Task Force (TF ESC).
Dalam rentang 6 Juli – 24 Agustus 2022, TF ESC B20 akan melaksanakan webinar berjudul Accelerating the Transition of Sustainable Energy Use yang bertujuan menambah wawasan peserta dalam mengukur peluang transisi energi dan tantangannya di Indonesia dengan perspektif Ekonomi, Teknologi, dan Kebijakan.
Baca juga: Tarif Listrik Naik, PLTS Atap Jadi Makin Menarik Digunakan
Mellin Hasna Nurfadhila selaku Chief of External Affair B20 (TF ESC), webinar ini juga akan memperkenalkan peserta pada apa yang masuk ke dalam transisi energi yang ditawarkan dari BUMN, Badan Penelitian Inovasi Nasional, dan Perusahaan Swasta.