Ekonom: Skema Pendanaan JETP Harus Kedepankan Prinsip Berkeadlian
Bhima menyebut JETP harus bisa menangani dampak yang diterima pekerja di sektor batu bara atau pembangkit PLTU.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Muhammad Zulfikar
Apabila dalam enam bulan ke depan JETP tidak dijalankan sesuai prinsipn keadilan, Bhima memprediksi beberap hal yang akan terjadi.
Komitmen pendanaan 20 miliar dolar AS bisa menurun atau terjadi koreksi karena Indonesia mengabaikan prinsip berkeadilannya.
"Indonesia bisa juga kehilangan pendanaan JETP kalau dianggap tidak akuntanbel dan transparan. Sebab, ada negara lain yang juga menginginkan dana tersebut," kata Bhima.
Baca juga: Duta Besar Inggris: Presidensi G20 Indonesia Perkuat Kemitraan Perdagangan hingga Transisi Energi
Sebelumnya, Indonesia bersama sekelompok negara maju telah menyepakati skema pendanaan transisi energi pada saat KTT G20.
Skema itu bernama Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (JETP). Nilai investasinya sebesar 20 miliar dolar AS.
Rencana investasi (investment plan) dan detail PLTU mana yang dipensiunkan dini melalui skema JETP masih akan dirampungkan dalam 6 bulan.
Skema pendanaan JETP terdiri atas 10 miliar dolar AS berasal dari pendanaan publik berupa pinjaman lunak dan hibah.
Sisa 10 miliar dolar AS lainnya berasal dari pendanaan swasta yang dikoordinatori oleh Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ).
Baca juga: Kolaborasi Stakeholder Dinilai Bisa Perbaiki Iklim Investasi Migas saat Transisi Energi
Terdiri atas Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, and Standard Chartered.
JETP akan digunakan sebagai usaha mendorong pemensiunan dini PLTU batu bara di Indonesia serta investasi di teknologi dan industri energi terbarukan.
JETP akan menjadi kesepakatan politik jangka panjang antara pemerintah Indonesia dan IPG.
IPG dipimpin oleh Amerika Serikat dan Jepang bersama Inggris, Jerman, Prancis, Uni Eropa, Kanada, Italia, Norwegia dan Denmark.