Anggota Komisi VI DPR RI Pertanyakan Pernyataan Bulog Soal Cadangan Beras di Luar Negeri
Bulog selaku lembaga yang ditugasi pemerintah harus memastikan ketersediaan pangan bagi rakyat dalam hal ini beras.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Dirut Bulog), Budi Waseso baru-baru ini menyatakan bahwa pihaknya memiliki stok atau cadangan beras di luar negeri sebesar 500.000 ton.
Sontak pernyataan tersebut menimbulkan beragam pertanyaan dari sejumlah kalangan termasuk kalangan DPR RI.
Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto menilai, pernyataan tersebut menyiratkan kemungkinan Bulog akan melakukan impor beras.
"Pernyataan tersebut seperti sinyal bahwa Bulog kemungkinan akan mengambil langkah impor guna menutupi defisit cadangan beras milik pemerintah," kata Darmadi kepada wartawan, Sabtu (19/11/2022).
Baca juga: Indef Minta Bulog Fokus Serap Beras Petani Dibanding Menekankan Impor
Pria yang juga merupakan Bendahara Megawati Institute itu menilai, pernyataan tersebut seperti bertolakbelakang dengan data milik Badan Pusat Statistik (BPS).
"Berdasarkan data BPS menunjukkan bahwa perkiraan produksi beras sepanjang bulan Oktober hingga Desember tahun 2022 ini bisa mencapai 5,9 juta ton. Bahkan atau jika perkiraan produksi terealisasi maka total produksi beras kita untuk tahun ini bisa mencapai 32,07 juta ton. Jadi di mana relevansinya impor itu jika data yang ada justru menyatakan ketersediaan cukup terjaga bahkan berlimpah," ujarnya.
"Jujur saja kalau memang mau impor, Kalau mau impor jelaskan alasan logisnya seperti apa. Bulog harus berani menjelaskan secara detail dengan disertai alasan yang logis," tambahnya.
Agar tidak menimbulkan multiinterpretasi, Darmadi meminta agar Dirut Bulog Budi Waseso memberikan penjelasan secara gamblang kepada publik terkait maksud memiliki cadangan beras di luar negeri tersebut.
"Mestinya Dirut Bulog jelaskan yang dimaksud punya cadangan beras di Luar negeri itu seperti apa. Apakah beras itu milik kita terus disimpan di gudang milik negara lain, apakah skema penyimpanan melalui skema kontrak yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan atau seperti apa, bunyi kontraknya seperti apa? Jangan absurd gitu semestinya," ujarnya.
Darmadi juga mengingatkan agar Bulog selaku lembaga yang ditugasi pemerintah untuk memastikan ketersediaan pangan bagi rakyat dalam hal ini beras punya komitmen kuat terhadap apa yang sudah digariskan pemerintah.
"Jelas presiden Jokowi dalam beberapa kesempatan menyatakan bahwa beras kita aman setidaknya sampai akhir tahun, bahkan beliau bangga kita tidak impor selama tiga tahun terakhir ini. Kalau ternyata Bulog malah mau impor justru terkesan seperti mengkoreksi ucapan presiden Jokowi. Jangan merusak kebanggaan pak Jokowi!" katanya.
Padahal, kata dia, sedari awal Bulog di desain sebagai lembaga atau kepanjangan tangan pemerintah untuk mengawal dan memastikan stok beras terjaga untuk rakyat.
"Kalau pada praktiknya seperti ini (kerap impor) tentu ada yang keliru terkait tata kelola Bulog selama ini," ucapnya.
Baca juga: Kementan: Stok Beras Nasional Sampai Akhir Tahun Aman
Darmadi kembali menegaskan, urusan pangan merupakan urusan yang sangat vital yang di dalamnya perlu ada komitmen dan kreatifitas yang mumpuni dari stakeholder terkait.
"Mengutip apa yang dikatakan founding father kita Bung Karno bahwa bicara pangan berarti bicara hidup matinya suatu bangsa, pesan Bung Karno sangat jelas bahwa pangan memiliki peran vital dalam kehidupan bangsa dan negara ini. Bagaimana mau memahami konsep Berdiri di Atas Kaki Sendiri (Berdikari) yang digelorakan Bung Karno," katanya.
Darmadi menyarankan agar Bulog sebelum mengambil keputusan impor beras untuk melakukan kalkulasi secara matang.
"Kaji dulu secara mendalam jangan serampangan dan gagap hadapi kondisi yang ada. Semua opsi masih bisa ditempuh sepanjang Bulog mau melakukannya kecuali opsi impor yang tidak menggambarkan spirit swasembada pangan itu. Negeri ini Gemah Ripah Loh Jinawi masa urusan beras masih impor. Malu kita kalau terus begini," tandasnya.