Partai Buruh Tersinggung Pernyataan Menteri PMK Soal No Work No Pay
Pengurangan jam kerja dengan pemotongan upah dikenal dengan istilah no work no pay.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Buruh dan KSPI menolak dan menyesalkan sikap Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy yang menyetujui usulan pengusaha untuk melakukan mengurangan jam kerja demi mengurangi PHK.
Pengurangan jam kerja dengan pemotongan upah dikenal dengan istilah no work no pay.
Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan bahwa no work no pay tidak dikenal dalam perundang-undangan di Indonesia.
"Menteri PMK sebaiknya tidak berkomentar soal no work no pay, karena tidak memahami pokok persoalan," ujar Said Iqbal dalam keterangannya, Minggu (4/12/2022).
Said Iqbal mengatakan ada tiga alasan mengapa buruh menolak no work no pay.
Pertama, bertentangan dengan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maupun omnibus law UU Cipta Kerja. "Intinya, no work no pay tidak dikenal di Indonesia," kata Iqbal.
Kedua, untuk menghindari PHK menurutnya aturan-aturan sudah diatur dalam peraturan Menteri Ketenagakerjaan.
Baca juga: Buruh Akan Demo Besar-Besaran Awal Desember, Protes Kenaikan UMP DKI Jakarta
Beberapa diantaranya yang sudah diatur seperti mengurangi shift kerja, merumahkan, atau mengurangi jam kerja tanpa memotong upah.
"Kalau mengurangi jam kerja, itu tidak dibenarkan," kata Said Iqbal. Ketiga, Said Iqbal menegaskan bahwa no work pay merugikan buruh.
Baca juga: Kenaikan Besaran UMP 2023, Tertinggi Sumatera Barat dan Terendah Maluku Utara
"Upah buruh yang diterima sekarang saja masih kurang. Apalagi kalau dikurangi akibat sistem no work no pay," ujarnya.