Tren Baru, Anak Muda Ramai-ramai Buka Usaha, Seperti Apa Dampaknya ke Permintaan Ruang Usaha?
Hasil survei terbaru di Asia Pasifik tahun 2021 menunjukkan 72 persen generasi Z dan milenial dalam rentang usia 18-40 tahun ingin berbisnis.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Wilayah Tangerang Raya, yaitu Tangerang Selatan dan Tangerang yang masih menjadi wilayah favorit yang banyak dicari konsumen. Sejumlah kota baru dengan rerata luasan pengembangan di atas 300 hektar nyatanya hidup dan ramai dihuni.
“Tangerang raya termasuk salah satu lokasi yang memiliki tingkat pertumbuhan supply dan demand ruang usaha yang cukup progressif yang tercermin dari tingkat pertumbuhan (supply dan demand) ruang perkantoran dalam lima tahun terakhir yang mencapai rata-rata 9 hingga 11 persen per tahun,” jelas Arief.
Baca juga: Kementerian Kelautan dan Perikanan: Ekonomi Biru Tawarkan Banyak Peluang Usaha Bagi Startup
Tak hanya rumah tapak (landed house), penawaran ruko juga silih berganti memasuki pasar. Suplai berlebih ke pasar bukan halangan bagi pengembang untuk menggelontorkan produk-produk komersial baru mereka ke pasar.
“Kawasannya semakin tumbuh termasuk dalam hal kebutuhan komersialnya,” imbuh Magister Perencanaan Kota (Sistem Informasi Geografis), Universitas of Wisconsin, USA, ini.
Ke Arah Selatan Serpong
Gading Serpong, Tangerang, kawasan paling subur pertumbuhan rukonya. Di kawasan yang menjadi lokasi pengembangan Summarecon Serpong dan Paramount Land ini ada ribuan ruko, berbaris rapat mulai bulevar Gading Serpong hingga jalan tembus Gading Serpong-BSD City.
Mayoritas ruko dimanfaatkan untuk membuka usaha keperluan rumah tangga seperti jasa laundry, toko interior seperti karpet, bunga, furnitur dan sejenisnya, selain untuk, mini market, kedai kopi, toko sembako, rumah makan, tempat les musik, outlet sepeda, bank dan lain sebagainya. Yang kosong juga ada, dimana sebagian besar ruko tersebut dimiliki investor yang menunggu harga tinggi untuk dijual lagi.
Saat ini mencari ruko di bawah Rp3 miliar di Gading Serpong sudah tidak ada. Maggiore Junction di Paramount Land yang relatif baru, dengan luas tanah 63 m2 (4,5 x 14) dan bangunan 163 m2, harganya Rp3,7 miliar.
Sementara ruko dengan ukuran sama lokasi di jalan utama harganya hampir mencapai Rp4,3 miliar. Dessy Sukmana salah satu broker independen di Serpong menyebut, ruko tipe 180/72 harganya tembus Rp5 miliar, tipe 203/68 Rp5,6 miliar, atau tipe 255/85 Rp6,5 miliar.
Baca juga: Peluang Usaha Tanpa Modal, Regarsport Sukses Cetak Lebih dari 100.000 Reseller
“Peruntukannya beda-beda. Ruko di kawasan yang cukup dekat dengan kampus Universitas Multi Media Nusantara (UMN) cocok untuk perkantoran dan bisnis yang membidik segmen mahasiswa. Sementara ruko di sekitar hotel dan klaster lebih cocok untuk litestyle,” terangnya.
Managing Director Cushman & Wakefield Lini Djafar mengatakan, area Gading Serpong saat ini masih terus berkembang dengan produk unggulan berupa rumah tapak dan ruko.
Dengan prospek akses tol baru yaitu Serpong-Balaraja yang berada di sebelah selatan kawasan, perkembangan Gading Serpong akan bergerak menuju ke arah selatan kawasan, yaitu Kabupaten Tangerang.
“Kabupaten Tangerang memiliki prospek kawasan yang baik. Populasi kawasan ini masih meningkat, dengan PDRB yang selalu mengalami pertumbuhan positif setiap tahunnya di masa sebelum pandemi. Ini menunjukkan daya beli masyarakat yang meningkat. Dengan bertumbuhnya penduduk dan daya beli, juga keberadaan kawasan industri di sekitar, permintaan untuk produk komersial masih prospektif di masa depan, baik dari pengusaha lokal maupun dari Jakarta,” kata Lini.
Kabupaten Tangerang seperti Curug, Bitung hingga Balaraja yang memiliki harga properti cenderung rendah yaitu rata-rata Rp12,4 juta per m2 (data Cushman & Wakefield semester II-2020), dengan rincian Bitung-Cikupa-Sindang Jaya Rp6,8 juta per m2, Kelapa Dua-Gading Serpong Rp15,6 juta per m2, membuat kawasan ini dapat mengakomodasi berbagai demand properti.