Heboh Transaksi Rp 300 Triliun, DPR Bakal Panggil Sri Mulyani, PPATK Hingga Mahfud MD
pembahasan RDP tersebut bakal menelisik transaksi mencurigakan milik pegawai Kementerian Keuangan
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto menyatakan, pemerintah bakal kembali menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait transaksi di rekening milik pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada Rabu (29/3/2023) mendatang.
RDPU itu menghadirkan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, Menkopolhukam, Kemenkeu dan PPATK.
Didik mengungkapkan, hal itu untuk menindaklanjuti informasi transaksi Rp 300 triliun milik pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar lebih terang dan jelas.
Baca juga: Profil Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Dicecar DPR Soal Transaksi Janggal Rp 300 T, Hartanya Rp 4 M
"Kita akan melakukan konfirmasi dan validasi atas informasi yang disampaikan baik oleh Menkopolhukam dan juga PPATK yang terkesan simpang siur standing kebenarannya di publik," kata Didik saat dihubungi Tribunnews, Jumat (24/3/2023).
Kata Didik, pembahasan RDP tersebut bakal menelisik transaksi mencurigakan milik pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dari Rp 300 triliun menjadi Rp 349 triliun.
"Bagaimana standing transaksi mencurigakan Rp 300 triliun yang kemudian berubah menjadi Rp 349 triliun di Lingkungan Kemenkeu Khususnya Ditjen Pajak dan Bea Cukai," ucap Didik.
"Apakah itu memang transaksi mencurigakan dan berpotensi adanya tindak pidana baik tindak pidana pajak, korupsi, tindak pidana keuangan dan TPPU," lanjutnya.
Dia berharap, dengan adanya RDP itu bakal membuka informasi yang lebih rinci terkait temuan yang diperoleh Menko Polhukam dan PPATK.
Baca juga: Komisi III DPR RI Cecar PPATK, Tanya Urgensi Mahfud MD Ungkap Transaksi Janggal Rp 300 T
Sehingga, proses penegakan hukum bisa berjalan jika benar ditemukan adanya tindak pidana pencucian uang.
"Harapan kita, seperti yang telah diungkapkan Pak Mahfud bahwa Beliau akan membuka seterang-terangnya informasi yang diperolehnya saat RDPU. Dengan demikian akan terang standing fakta, case dan positioningnya," tegasnya.
Bantah Punya Niat Politik
Komisi III DPR memanggil Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (21/3/2023).
DPR memanggil PPATK untuk mengklarifikasi dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun di pusaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Anggota Komisi III DPR Benny K Harman, sempat menanyakan soal motif Menkopolhukam Mahfud MD dan PPATK mengungkapkan laporan tersebut.
Benny menduga, Mahfud dan PPATK memiliki niat politis tak sehat untuk memojokan Kemenkeu.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, pun dengan tegas menyatakan dirinya tak memiliki niat tersebut terkait dibukannya laporan hasil analisis (LHA) transaksi janggal itu.
Adapun, tudingan itu disampaikan Benny usai Ivan menyatakan Mahfud MD boleh membuka laporan transaksi janggal itu ke publik.
"Kalau Anda mengatakan (mengumumkan ke publik) itu boleh, tolong tunjukan kepada saya, pasal berapa dalam Undang-undang ini? Coba tunjukkan."
"Sebab kalau tidak, Saudara Menkopolhukam dan Anda juga sebetulnya punya niat politik yang tidak sehat, mau memojokkan Kemenkeu atau sejumlah tokoh di Kemenkeu. Itu yang Saudara lakukan?"
"Coba tunjukan ke saya pasal mana," ujar Benny, Selasa (21/3/2023) dikutip dari YouTube DPR RI.
Ivan menuturkan, mengenai keterbukaan temuan itu pada publik menurutnya diperbolehkan.
Hal tersebut berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite TPPU.
Peraturan itu, kata Ivan, merupakan turunan dari Pasal 92 ayat (2) UU Nomor 8 Tahun 2010 yang mengamanatkan pembentukan Komite TPPU.
Seperti diketahui Mahfud MD merupakan Ketua Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU).
"Yang menjadi referensi kami adalah Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012, ini turunan dari Pasal 92 ayat 2," kata Ivan.
Belum selesai memaparkan jawaban, Benny pun kembali menyanggah pernyataan Ivan.
Benny mengatakan, dalam pasal yang dimaksud Ivan tidak termaktub pernyataan yang menyebut Kepala PPATK dan Menkopolhukam diperbolehkan membuka laporan PPATK tersebut.
"Saya baca dari awal sampai selesai, tak ada satu pasal pun ataupun penjelasannya yang dengan tegas menyebutkan Kepala PPATK, kepala komite, apalagi Menkopolhukam boleh membuka data-data seperti itu ke publik sesuka-sukanya, selain punya motif politik."
"Itu yang Anda lakukan. Maka, betul tidak itu motivasi politik?" kata Benny dengan nada tinggi.
Ivan pun kembali menegaskan pihaknya tak memiliki niat politik tak sehat untuk memojokan Kemenkeu.
"Sama sekali tidak, Pak. Tidak ada sama sekali."
"Saya menjalankan fungsi saya sebagai Sekretaris Komite Nasional," kata Ivan.
Ivan juga menegaskan bahwa dirinya tak ikut membongkar laporan transaski janggal itu ke publik.
Menurutnya, yang membeberkan laporan tersebut ke publik hanya Mahfud MD.
"Saya enggak (buka ke publik). Hanya Pak Menkopolhukam," kata Ivan.
Menanggapi hal tersebut, Benny pun meminta Mahfud MD segera dipanggil untuk mengklarifikasi dan menjelaskan perkara tersebut.
Ivan Sempat Ditelepon Seskab Terkait Transaksi Rp300 T
Ivan mengaku mengaku sempat ditelepon Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung terkait transaksi janggal senilai lebih dari Rp 300 triliun.
Hal tersebut merupakan jawaban Ivan ke Benny yang mempertanyakan soal kewenangan PPATK mengungkap temuan terkait transaksi mencurigakan.
"Seingat sata dalam Undang-Undang PPATK hanya melaporkan kepada pak presiden dan DPR. Apakah saudara sudah pernah lapor ke pak Presiden?" tanya Benny.
"Untuk kasus ini sudah kami sampaikan melaui pak seskab Pramono Anung. Karena beliau yang telepon," jawab Ivan.
Ivan juga mengungkapkan, dirinya sempat meminta waktu untuk menyampaikan data terkait Rp 300 triliun kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Lantas, Benny menanyakan apakah Ivan bisa memastikan bahwa laporan itu akan sampai ke meja Kepala Negara.
"Apakah saudara yakin laporan anda sudah sampai ke meja bapak presiden?" tanya Benny.
"Bapak mungkin bisa tanya pak Menko (Polhukam)," jawab Ivan.
Baca juga: Kepala PPATK Tegaskan Transaksi Lebih dari Rp 300 T adalah TPPU, Komisi III DPR: Perlu Ada Pansus
Sri Mulyani: Ada Dugaan Transaksi Ekspor Impor Emas
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati akhirnya membeberkan, rekening sebesar Rp 300 triliun yang dimiliki oleh pegawainya.
Melalui unggahannya di Instagram, bendahara negara itu menjelaskan rekening Rp 300 triliun bukan merupakan korupsi. Namun, rekening itu berindikasi adanya tindak pidana pencucian uang berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Untuk itu, Ani meminta jajarannya untuk menilik rekening milik pegawainya. Ani mengaku, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) sudah meneliti daftar transaksi dari PPATK.
"Menkeu meminta DJP DJBC dan Itjen meneliti seluruh daftar 300 surat dan angka transaksi yang dikirim PPATK. 99 surat dengan angka transaksi Rp 74 triliun ditujukan ke APH (Kepolisian, KPK, Kejaksaan Agung)," kata Ani dikutip dalam Instagramnya, Selasa (21/3/2023).
"65 surat menyangkut transaksi berbagai entitas sebesar Rp 253 triliun. 135 surat terkait pegawai Kemenkeu, afiliasi dan individu/badan eksternal Kemenkeu," lanjutnya.
Di sisi lain, Ani mengatakan, dari daftar yang diberikan oleh PPATK, transaksi yang paling menonjol yaitu surat PPATK nomer SR/205/PR.01/V/2020 tertanggal 19/05/2020 dengan nilai transaksi yang sangat besar yaitu Rp 189,27 triliun dari 15 entitas perusahaan.
"DJBC telah melakukan penelitian transaksi ekspor-impor entitas tersebut dan sudah dibahas bersama PPATK September 2020," ungkapnya.
Kata dia, DJP juga telah melakukan penelitian dan menerima tambahan informasi dari PPATK dalam surat PPATK nomer SR/595/PR.01/X/2020.
"Penelitian transaksi Rp 189 triliun justru merupakan kerjasama Tripartit atau Jagadara (DJP-DJBC-PPATK) terkait dugaan TPPU melalui transaksi impor-ekspor emas dan money changer oleh 15 perusahaan atau perorangan pada periode 2017-2019," ungkapnya.
Sehingga, Kementerian Keuangan bakal menindaklanjuti LHA PPATK yang menyangkut pegawai Kemenkeu, dengan proses hukum sesuai dengan perundang-undangan.
"Hingga 2023 ini telah 17 kasus TPPU yang ditangani DJP yang menyelamatkan uang negara Rp 7,88 T dan 8 kasus TPPU yang ditangani DJBC nilai Rp 1,1 Triliun," ucap dia.
Terakhir, dia menegaskan, Kemenkeu terus fokus menjalankan tugasnya menjaga Keuangan Negara. Serta, terus membersihkan dari yang kotor dan korupsi.
"Mari hargai mereka yang bekerja jujur dan kompeten. Terimakasih semua pihak yang terus mendukung perbaikan Kemenkeu dan ikut menjaga Keuangan Megara dan Indonesia," tegasnya.
Dipertanyakan
Sebelumya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan baru menerima surat laporan adanya transaksi mencurigakan di lingkungan Kementerian Keuangan.
Disebut-sebut, transaksi janggal dari sejumlah rekening milik pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ini terbilang fantantis, yakni mencapai Rp 300 triliun. Angka transaksi Rp 300 triliun ini nyaris 10 persen dari total APBN Indonesia 2023.
Namun, dari 36 lampiran surat yang diterimanya, dia tidak menemukan angka seperti yang diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.
"Saya belum melihat angkanya ya, mengenai Rp 300 triliun itu. Terus terang saya tidak lihat di dalam surat itu, enggak ada angkanya. Jadi saya, dari mana angkanya," beber Sri Mulyani dikutip pada Jumat (10/3/2023).
Ia mengaku baru menerima data itu saat masih berada di Solo Jawa Tengah. Setibanya di Jakarta, ia akan langsung menemui Mahuf MD dan mengklarifikasi kebenaran angka itu.
Selain itu, Sri Mulyani juga akan memastikan kebenaran transaksi mencurigakan di rekening pegawai Kemenkeu sebesar Rp 300 triliun ke Ivan Yustiavandana, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Kalau kembali lagi ke Jakarta saya akan bicara lagi dengan Pak Mahfud dan juga Pak Ivan, angkanya dari mana," ucap dia.
Sebelum masalah transaksi jumbo ini terang benderang, Sri Mulyani enggan berkomentar lebih jauh. Mengingat saat ini dirinya baru menerima data dari surat laporan yang dikirimkan PPATK.
"Saya akan tanya kepada Pak Ivan, cara menghitungnya gimana, datanya seperti apa karena di dalam surat yang disampaikan ke saya, yang dalam hal ini ada lampirannya 36 halaman enggak ada satupun angka. Jadi aku enggak bisa berkomentar mengenai itu dulu," kata dia.
Inspektorat buka suara
Sementara itu di tempat terpisah, Inspektur Jenderal Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh mengatakan sempat mendengar pemberitaan terkait transaksi janggal Rp 300 triliun tersebut di media massa.
"Terkait transaksi Rp 300 triliun, sampai saat ini kami khususnya Inspektorat Jenderal Kemenkeu belum menerima informasi seperti apa. Itu nanti akan kami cek," kata Awan dalam konferensi pers Tindak Lanjut Penanganan Pegawai di Jakarta, dikutip dari Antara.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengungkapkan ada temuan transaksi mencurigakan di lingkungan Kemenkeu senilai Rp 300 triliun.
"Saya sudah dapat laporan terbaru tadi pagi, malah ada pergerakan mencurigakan senilai Rp 300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan yang sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai," kata Mahfud MD di Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.
Temuan tersebut, kata Mahfud, di luar transaksi Rp 500 miliar dari rekening mantan Pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo dan keluarganya yang telah dibekukan PPATK.
Mahfud yang juga Ketua Tim Pengendalian Tindak Pidana Pencucian Uang telah melaporkan temuan itu langsung kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menurut dia, telah memeriksa satu per satu pegawai Kemenkeu yang diduga terkait tindak pidana pencucian uang.
"Kemarin ada 69 orang dengan nilai hanya enggak sampai triliunan, (sekitar) ratusan miliar. Hari ini sudah ditemukan lagi kira-kira Rp 300 triliun. Itu harus dilacak, dan saya sudah sampaikan ke Bu Sri Mulyani (Menkeu), PPATK juga sudah menyampaikan," ujar dia.