196 Ribu Botol Oli Palsu Senilai Rp16,5 Miliar Ditemukan di Tangerang, Ini Respon Aspelindo
Oli palsu tersebut tidak memiliki label Standar Nasional Indonesia atau SNI, sehingga dapat merusak mesin kendaraan pengguna.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Kemudian produk jadi pelumas 196.734 botol, dan ribuan kardus dan botol kemasan siap isi dengan berbagai merek.
Ditegaskan Jerry, produk pelumas ilegal berbagai merek ini diduga tidak memenuhi ketentuan dengan tidak memiliki Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT SNI), Nomor Pendaftaran Barang (NPB), dan Nomor Pelumas Terdaftar (NPT).
“Perdagangan produk pelumas harus memenuhi kualitas yang dipersyaratkan secara teknis berdasarkan ketentuan yang berlaku," ucap Jerry di gudang pelumas ilegal di Kawasan Tangerang, Banten, Senin (17/4/2023).
"Pelaku usaha juga dilarang untuk memproduksi dan atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai ketentuan, karena berpotensi melanggar pasal 8 ayat 1 huruf (a) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” sambungnya.
Dijelaskan dalam pasal 8 ayat 1 huruf (a) berbunyi bahwa Pelaku Usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelaku usaha juga melanggar Pasal 18 huruf (b) Peraturan Menteri ESDM Nomor 53 Tahun 2006 tentang Wajib Daftar Pelumas yang Dipasarkan di Dalam Negeri, yakni
Potensi pelanggaran ini dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan pasal 62 ayat (1) dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Pasal 113 dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.
Jerry berharap, langkah tegas ini akan memberikan efek jera bagi pelaku usaha yang memproduksi pelumas lainnya yang jumlahnya cukup banyak di wilayah Banten sehingga dapat menjadi pelajaran dalam memproduksi pelumas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Perlindungan konsumen atas kegiatan perdagangan barang dan atau jasa harus menjadi komitmen penting bagi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya," pungkasnya.