Tekan Harga Bawang Putih, Pemerintah Diminta Evaluasi Regulasi Impor
Kementerian Perdagangan perlu meninjau kembali kebijakan hambatan non-tariff atau non-tariff measures (NTM).
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Untuk mendapatkan RIPH ini, pelaku usaha pemegang API-U dan API-P perlu menyiapkan persyaratan teknis dan administrasi termasuk memenuhi kewajiban tanam.
RIPH ini kemudian akan dilampirkan dalam pengurusan persetujuan impor (PI) yang prosesnya juga sangat panjang karena masih manual.
Dalam situasi terjadi lonjakan harga dan jumlah pasokan menipis, impor dapat dilakukan oleh BUMN.
"Sayangnya prosesnya juga cukup panjang karena BUMN tersebut membutuhkan mandat dari Menteri BUMN," kata Hasran.
Ditambah lagi, Menteri BUMN tersebut harus menunggu hasil rapat terbatas (Rakortas).
"Sangat mungkin proses yang panjang tersebut juga berkontribusi pada terlambat masuknya bawang putih ke pasar," ujar Hasran.
Hasran merekomendasikan beberapa hal seperti perlunya evaluasi terhadap beberapa kebijakan impor.
Salah satunya adalah kebijakan wajib tanam sebagai persyaratan mendapatkan Persetujuan impor.
"Kebijakan ini membebani pelaku usaha karena harus mengalokasikan energi dan sumber daya untuk melakukan penanaman yang bukan keahliannya," kata Hasran.
Lima tahun sejak kebijakan ini diperkenalkan, kata dia, jumlah produksi bawang putih tetap tidak meningkat.
"Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan ini memang kurang efektif," ujarnya.
Selanjutnya, Hasran mengatakan Kementerian Perdagangan perlu meninjau kembali kebijakan hambatan non-tariff atau non-tariff measures (NTM), terutama pada importasi bawang putih.
"Kebijakan NTM yang tidak perlu akan membuat importasi menjadi terlambat dan berdampak pada harga jual yang lebih mahal," kata Hasran.
Biaya logistik merupakan salah satu penyumbang tingginya harga bahan pokok di dalam negeri.
Baca juga: Harga Bawang Putih Mahal, IKAPPI: Di Atas Rp 35 Ribu Sudah Enggak Wajar