Bapanas Ungkap Tantangan Dalam Penyaluran Pangan untuk Tekan Angka Balita Stunting
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan penurunan stunting pada 2024 mencapai 14 persen.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengungkap tantangan yang dihadapi dalam rangka menurunkan angka balita stunting.
Sebagai pihak yang terlibat dalam penyaluran pangan, Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bapanas, Rachmi Widriani mengatakan, lokasi tujuan sebagai salah satu tantangan yang harus dihadapi.
Adapun target penyaluran ini ditujukan kepada pasangan usia subur yang miskin, ibu hamil dan menyusui, serta anak-anak di bawah dua tahun (baduta).
Baca juga: Dua Hal Harus Dilakukan Ibu Selama Kehamilan Agar Anak Tak Alami Stunting
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan penurunan stunting pada 2024 mencapai 14 persen.
Hal itu sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Pada 2022, menurut data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), perkembangan data prevalensi balita stunting berada pada angka 21,6 persen.
"Ini perjuangan sendiri karena angkanya masih tinggi dan lokasinya juga jauh-jauh. Lalu, ini membutuhkan sumber tambahan pangan protein," kata Rachmi dalam diskusi daring bertajuk Permintaan Pangan di Masa Depan untuk Penduduk Miskin di Indonesia, Senin (3/7/2023).
Dalam hal penyaluran, kata Rachmi, Bapanas tahun ini menggandeng Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Lalu, ID Food juga ditunjuk sebagai operator dan PT Pos Indonesia sebagai transporter.
Rachmi kemudian mengatakan, idealnya masyarakat miskin maupun keluarga rawan stunting mendapatkan bantuan pangan sesuai yang dibutuhkan.
"Kalau dia baduta atau ibu hamil, maka jenis komoditas yang diberikan dalam bentuk pangan harus disesuaikan. Itu idealnya untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat tersebut," ujarnya.
Ia menyebut, tahapan setiap umur mempunyai kebutuhan nutrisi atau gizi yang berbeda. "Ini menjadi perhatian dari Badan Pangan Nasional," katanya.
Maka dari itu, Rachmi menyarankan perlu adanya pembaruan data yang lebih akurat (usia, penyebab miskin/stunting/korban bencana/sakit).