Ekonom: Kominfo Tak Perlu Bikin Satgas Project S TikTok Shop, Fokus Saja Pada Turunan UU PDP
Pihak yang seharusnya mengantisipasi Project S TikTok Shop adalah Kementerian Perdagangan melalui revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Izzudin Al Farras Adha berpendapat Kementerian Kominfo tidak perlu sampai membuat satuan tugas (satgas) untuk menghadapi ancaman Project S TikTok Shop.
Sebelumnya Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyatakan akan membuat Satuan Tugas (Satgas) untuk mempercepat arahan-arahan Presiden Joko Widodo.
Salah satu yang akan dikerjakan adalah merumuskan permasalahan Project S Tiktok yang dikhawatirkan membahayakan UMKM lokal. Menurut Izzudin, seharusnya Menkominfo fokus menggarap peraturan turunan dari Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
"Kominfo lebih baik fokus pada peraturan turunan dari UU PDP karena (regulasi tersebut) tidak hanya terkait dengan sosial commerce aja. Itu terkait dengan banyak industri digital lainnya," katanya dalam dalam diskusi virtual bertajuk Project S TikTok Shop: Ancaman Atau Peluang, Senin (24/7/2023).
Izzuddin mengatakan, UU PDP perlu dipercepat pembahasan dan pengesahannya. Sebab, regulasi ini kelak juga akan berdampak pada social commerce seperti TikTok Shop. "Jadi tidak perlu buat satgas khusus karena ada yang lebih urgen, yaitu turunan UU PDP," ujarnya.
Pihak yang seharusnya mengantisipasi Project S TikTok Shop adalah Kementerian Perdagangan melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020.
"Sekarang bolanya ada di Kementerian Perdagangan. Usulan konkret materi-materinya sudah ada dari Kementerian Koperasi dan UKM. Diskusi di berbagai media sudah banyak," katanya.
Dia bilang, usulan merevisi Permendag 50/2020 sejatinya sudah berdatangan dari beberapa pengamat dan pelaku usaha dalam negeri sejak 2021.
Hal itu tak lepas dari penggunaan social commerce seperti TikTok Shop yang meningkat tajam, ditambah konsumen yang cenderung lebih sering berbelanja secara daring sejak pandemi.
Baca juga: Asosiasi E-Commerce Bantah Project S TikTok Shop Beroperasi di Indonesia
"Banyak sekali pada tahun 2021 produk-produk luar yang masuk Indonesia dengan harga relatif murah di banding produk UMKM lokal," kata Izzudin.
"Jadi, usulan revisi Permendag ini bukan hal baru. Terlebih dengan adanya isu yang marak belakangan ini terkait dengan TikTok (Project S TikTok Shop), ini harusnya tidak ada lagi pertanyaan bagi Kemendag akan urgensi revisi ini," lanjutnya.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki sebelumnya menyatakan khawatir dan mendorong agar ada kebijakan yang bisa melindungi produk UMKM di dunia maya, khususnya di social commerce.
Upaya tersebut dia yakini bisa dilakukan lewat revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).
Sebelum revisi, Permendag tersebut hanya mengatur e-commerce, bukan social commerce. Maka dari itu, Teten sangat mendorong penerbitan revisi ini.
Dorongan Teten terhadap penerbitan revisi ini karena Polemik tentang social commerce Project S TikTok Shop yang diyakini sebagai ancaman bagi produk dalam negeri yang ada di social commerce tersebut, terutama yang dijual oleh pelaku UMKM.
Project S TikTok Shop pertama kali mencuat di Inggris. Dilaporkan oleh Financial Times, pengguna TikTok di negara tersebut mulai melihat fitur belanja baru bernama "Trendy Beat".
Baca juga: Bantah Tudingan Menkop Teten Masduki, Project S TikTok Shop Tidak Ada di Indonesia.
Fitur ini menawarkan barang-barang yang terbukti populer di video. Contohnya alat untuk mengekstrak kotoran telinga atau penyikat bulu hewan peliharaan dari pakaian.
Semua barang yang diiklankan dikirim dari China, dijual oleh perusahaan yang terdaftar di Singapura. Perusahaan tersebut, menurut lapooran Financial Times, dimiliki oleh perusahaan induk TikTok, ByteDance, yang berbasis di Beijing, China.
Masih Proses Harmonisasi
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Isy Karim mengatakan, saat ini revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 sedang dalam proses harmonisasi oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
"Jadi kan tinggal proses harmonisasi yang dilakukan Kemenkumham. Itu juga pasti kementerian dan lembaga terkait juga diundang," kata Isy kepada Tribunnews, Jumat (21/7/2023).
Baca juga: TikTok Bantah Jalankan Project S di Indonesia, Menkop Teten: Jangan Bohongi Saya
Kini, kata Isy, tinggal menunggu Kemenkumham mengalokasikan waktu pembahasannya bersama kementerian dan lembaga terkait lainnya.
Ketika ditanya kapan pembahasan itu akan terlaksana, Isy tak bisa memastikannya. Sebab, Kemenkumham juga menangani penyusunan peraturan menteri lainnya, tidak hanya Kemendag.
"Kemenkumham juga menangani seluruh penyusunan peraturan menteri. Tidak cuma Kementerian Perdagangan. Jadi, peraturan menteri, peraturan yang sifatnya mengatur ke publik, diharmonisasi Kemenkumham. Perlu waktu untuk mereka mempersiapkan," ujarnya.