Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Buruh Tetap Tuntut Cabut UU Cipta Kerja dan Kenaikan Upah Minimum 15 Persen

Para buruh tetap menuntut pencabutan omnibus law UU Cipta Kerja serta menuntut kenaikan upah minimum 15 persen di 2024.

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Buruh Tetap Tuntut Cabut UU Cipta Kerja dan Kenaikan Upah Minimum 15 Persen
Tribunnews/JEPRIMA
Massa serikat buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (15/6/2022) menolak omnibus law UU Cipta Kerja. Tribunnews/Jeprima 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Buruh akan menggelar aksi di Istana Negara dan Mahkamah Kontitusi pada Rabu (26/7/2023). Berdasarkan undangan yang diterima Tribunnews, akan dimulai pukul 10.30 WIB. Titik kumpul akan berada di Patung Kuda, Jakarta Pusat.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, ribuan buruh akan turun ke jalan. Mereka berasal dari Jabodetabek, Purwakarta, Karawang, Serang, dan Cilegon. Said menyebut, dalam aksi kali ini ada tiga isu yang akan dibawa. Pertama, cabut omnibus law UU Cipta Kerja. Kedua, naikkan upah minimum 2024 sebesar 15 persen. Ketiga, cabut UU Kesehatan.

“Aksi ini bersamaan dengan sidang lanjutan uji formil UU Cipta Kerja, yang salah satunya diajukan oleh Partai Buruh,” kata Said Iqbal dalam keterangannya, Selasa (25/7/2023).

Pada salah satu tuntutannya, Partai Buruh mendesak agar upah minimum tahun 2024 naik 15 persen.

Ia mengatakan, tuntutan kenaikan upah sebesar ini, selain didasarkan pada survey lapangan kebutuhan hidup layak (KHL), juga didasarkan pada makro ekonomi, inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi.

“Awal tahun lalu Pemerintah menerbitkan Permenaker No 5 Tahun 2023 yang memperbolehkan perusahaan memotong upah 25 persen," kata Said.

BERITA TERKAIT

"Sehingga kenaikan upah minimum sebesar 15 persen diharapkan bisa mengembalikan daya beli buruh yang turun tersebut," lanjutnya.

Terkait dengan UU Kesehatan, Said menyebut Partai Buruh dan KSPI memandang beleid ini mengancam sistem jaminan sosial nasional, khususnya terkait dengan jaminan Kesehatan.

Baca juga: Partai Buruh Minta Pemerintah Naikkan UMP dan UMK 15 Persen pada 2024

"Program jaminan kesehatan bersifat spesialis, tetapi kemudian dijadikan generalis melalui omnibus law UU Kesehatan," ujarnya. Selain itu, Said mengatakan, buruh juga mempermasalahkan perubahan mandatory spending menjadi money follow program.

"Jika mandatory spending, maka seluruh biaya ditanggung oleh BPJS. Tetapi jika money follow program, akan terjadi co-sharing atau urun bayar antara pasien dengan BPJS Kesehatan," katanya.

Baca juga: Partai Buruh Tolak Pemerintah Berlakukan Kelas Rawat Inap Standar BPJS Kesehatan

Ia kemudian mencontohkan bagaimana sekarang semua dibiayai oleh BPJS, tetapi dengan adanya UU Kesehatan, akan ada urunan bayar.

"Misal, operasi jantung biayanya Rp 100 juta. Bisa jadi pasien diminta membayar Rp 50 juta, sedangkan Rp 50 jutanya dibayar BPJS. Ini akan merusak sistem jaminan sosial,” kata Said Iqbal.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas