Jadi Penyumbang Polusi, PLTU Batubara Bakal Disuntik Mati Tapi Indonesia Butuh Duit Rp1.500 Triliun
Saat ini telah mendapat dana dari program Just Energy Transition Partnership (JETP) sebesar 20 juta dolar AS.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Hal ini membuat kualitas udara di Jakarta menjadi terjelek di dunia.
"Sekarang di Jakarta salah satu polusi udara terjelek di dunia karena PLTU batu bara kita," kata Bahlil dalam sambutan di acara Penutupan Orientasi Diponegoro Muda di Universitas Diponegoro, Semarang pada Minggu (20/8/2023) yang ditayangkan di YouTube Diponegoro TV.
Tak hanya PLTU batu bara, Bahlil juga mengungkapkan polusi di Jakarta juga akibat sumbangsih dari gas emisi kendaraa bermotor.
Alhasil, Bahlil pun mendorong agar seluruh pihak beralih untuk mengggunakan kendaraan listrik.
"Ke depan, semua orang pakai mobil listrik. Oleh karena itu, mobil baterai listrik dan Indonesia kita dorong sebagai salah satu negara produsen ekosistem baterai (dan) mobil (listrik) terbesar di dunia," jelasnya.
Berbeda dengan Bahlil, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan bahwa PLTU bukan penyebab dari polusi di Jakarta.
Bantahan ini menanggapi adanya citra satelit yang beredar dan menyebut emisi PLTU menjadi penyebab polusi udara di Jakarta.
Dikutip dari Kontan, Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK, Luckmi Purwandari menyatakan bahwa informasi tersebut adalah hoaks.
Luckmi menyebut bahwa pihaknya telah melakukan kajian dan hasilnya adalah penyebab polusi di Jakarta bukanlah PLTU melainkan sektor transportasi.
"Kalau dilihat di website copernicus sentinel-5p satellite menunjukkan bagaimana nitrogen dioksida di udara itu seperti apa."
"Namun, data yang ada menunjukkan arah angin bukan menuju Jakarta, berbeda dengan gambar simulasi yang beredar di masyarakat," ujarnya dalam keterangannya, Rabu (16/8/2023).
"Dari berbagai riset beberapa tahun terakhir, pembuangan emisi dari sektor transportasi menjadi sumber utama polusi, disusul oleh industri," sambung Luckmi.
Luckmi menambahkan bahwa selama tiga bulan terakhir, riset menunjukkan bahwa setiap periode Juni-Agustus atau pada musim kemarau di mana angin muson timur bertiup, risiko kualitas udara yang buruk meningkat dibanding periode lain.
"Mengacu pada data Kementerian LHK, dari 2018 hingga 2023 berdasarkan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) menunjukkan bahwa rata-rata kualitas udara di Jakarta tidak sehat, terutama pada bulan-bulan sekarang ini," katanya.
Ada banyak faktor penyebab polusi udara di Jakarta, baik alami maupun tidak alami.
Luckmi menekankan bahwa faktor-faktor yang bisa dikendalikan berasal dari aktivitas manusia seperti sektor transportasi, industri, kegiatan rumah tangga, hingga pembakaran sampah.
Namun, ada faktor alami yang sulit dikendalikan, seperti musim, arah dan kecepatan angin, serta lanskap kota Jakarta.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah berharap publik mampu mengendalikan penggunaan transportasi pribadi guna mengurangi polusi.
"Mengendalikan penggunaan transportasi pribadi sangat penting bagi kesehatan masyarakat," pungkasnya.
Upaya PLN
PT PLN meningkatkan penggunaan biomassa sebagai substitusi batubara di 40 PLTU atau co-firing.
Melalui teknologi co-firing itu PLN Grup mampu menurunkan emisi karbon hingga 429 ribu ton CO2 sepanjang semester 1 tahun 2023.
Dalam masa transisi energi, PLN menggunakan teknologi co-firing di PLTU sebagai upaya menekan penggunaan batu bara.
Co-firing adalah substitusi batu bara pada rasio tertentu dengan bahan biomassa seperti pellet kayu, sampah, cangkang sawit dan sawdust (serbuk gergaji).
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyampaikan bahwa co-firing ini dilakukan tak sekedar mengurangi emisi, tetapi juga memberdayakan masyarakat dan membangun ekonomi kerakyatan.
Pihaknua mengajak masyarakat untuk terlibat aktif membuat bahan baku co-firing, mulai dari penanaman tanaman biomassa hingga pengelolaan sampah rumah tangga wilayahnya untuk dijadikan pellet.
“Kehadiran program ekonomi kerakyatan co-firing ini juga merupakan langkah nyata PLN menjawab persoalan global,” kata Darmawan dalam keterangan, Senin (24/7/2023).
Selain itu co-firing juga mewujudkan Indonesia yang bersih dan mandiri energi serta meningkatkan kapasitas nasional dengan prinsip Environmental, Social and Governance (ESG).
Secara kumulatif, pada Semester 1 tahun 2023, penggunaan biomassa mencapai angka 0,4 juta ton dan akhir tahun ditargetkan mencapai 1 juta ton, lebih tinggi dari pada tahun 2022 yakni 0,58 juta ton.
Begitu pula jika dilirik dari tahun 2021 yang hanya 0,29 juta ton. Penggunaan biomassa ini akan terus bertumbuh hingga 10 juta ton pada tahun pada 2025.
Darmawan merinci, penerapan co-firing di wilayah Sumatera dan Kalimantan (Sumkal) sebanyak 38.547 ton, Sulawesi, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara (Sulmapana) 12.445 ton, dan Jawa, Madura dan Bali (Jamali) sebanyak 353.575 ton biomassa.
“Ke depan PLN akan lebih trengginas lagi, dari 40 PLTU yang sudah terealisasi, hingga akhir tahun ini kami akan menambah dua PLTU, dan bertahap mencapai 52 PLTU di 2025 nanti. Sehingga, co-firing biomassa dapat menyumbang 12 perse dari total bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) di 2025,” lanjut Darmawan.
Darmawan memaparkan, hingga tahun 2025 mendatang, PLN telah merancang peta jalan nasional program co-firing.
Untuk itu, pihaknya terus berupaya agar target dekarbonisasi sebesar 954 ribu ton CO2 pada tahun 2023 bisa tercapai.
“PLN terus berkomitmen mendukung upaya dekarbonisasi di Indonesia salah satunya dengan penerapan co-firingbiomassa. Per semester 1 2023, PLN berhasil menurunkan sebanyak 429.470 ton emisi CO2, dan ini akan terus kita lanjutkan guna mencapai target jangka panjang pada 2060 Indonesia bebas emisi atau lebih cepat,” ujar Darmawan.
Selain itu, PLN juga tengah menerapkan berbagai terobosan anyar guna memastikan rantai pasok sumber biomassa ke pembangkit berjalan baik.
Seperti pengiriman dilakukan dengan jalur laut memanfaatkan kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan, serta bekerja sama dengan pemerintah dan juga stakeholder dalam penyediaan biomassa.
“Jadi PLN bukan semata-mata menerapkan teknologi ini untuk mengurangi emisi saja. PLN sadar ada unsur ekonomi sirkular yang bisa membentuk ekosistem energi kerakyatan, di mana listrik ini dihasilkan dari kontribusi rakyat dan dinikmati kembali oleh rakyat,” pungkas Darmawan.